“Cinta dalam Al-Qur’an perspektif Muhammad said romadhan Al-Buti”
A. Pendahuluan
Dunia adalah tempat singgah bagi
manusia menuju akhir dari sebuah tujuan yang dijanjikan yaitu akhirat, dan
dalam persinggahan tersebut manusia tidak bisa lepas dengan bersosial yang
harus ditanami di dalamnya rasa kasih sayang dan saling mencintai untuk bisa
bertahan hidup dengan nyaman dan aman, karena pada fitrahnya manusia suka pada
sebuah keindahan, dan keindahan dalam bersosial adalah dengan mencintai dan
dicintai.
Tidak bisa dipungkiri bahwa kita
hidup di abad 20 ini semakin terkikis Undestanding terhadap cinta, lebih
sentralnya pada kaum remaja karena aplikasi yang mereka realisasikan hanya
cenderung pada sebuah kebutuhan biologis dirinya semata, hal ini terbukti
dengan adanya sebuah fakta seperti seks bebas dan lain sebagainya. Adanya fakta
ini menunjukkan bahwa pemahaman cinta sudah mulai terkikis, seandainya cinta
ini tidak terkikis maka mereka tidak melakukannya, sebab ada cinta yang lebih
tinggi yang menyatu dalam jiwanya yaitu cinta Allah, ketika seseorang sudah
mencintai Allah maka semua yang Allah perintahkan dan yang dilarang akan
diikutinya, sangat disayangkan juga ketika pemahaman cinta disalah fahamkan
dalam lingkup sosial, kita juga tidak bisa mengelak bahwa di mata public
masyarakat ini masih belum bisa begitu acuh pada sesamanya, walaupun tidak
semuanya seperti itu tapi mayoritas sudah merupakan ukuran, maka mau tidak mau
harus dipermasalahkan. Factor ketidak acuhan mereka tidak lain hanyalah kesalahan
dalam memahami cinta, seandainya mereka faham terhadap love maka tidak
menutup kemunkinan mereka akan merealisasikan di depan public atau non-public
dengan benar, seperti halnya menolong yang miskin, tertindas, ramah seperti keramahan
penjaga Indo-mart ketika sedang bekerja. Dalam Islam semuanya sudah ada aturan
dan batasannya seperti firman Allah swt:
أَشِدَّآءُ عَلَى ٱلۡكُفَّارِ رُحَمَآءُ بَيۡنَهُمۡۖ
Artinya: dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi
berkasih sayang sesama mereka.
Dan rasulullah juga
bersabda:
"مثل المؤمنين في توادهم وتراحمهم، وتعاطفهم مثل الجسد الواحد
إذا اشتكى منه عضو تداعى له سائر الجسد بالسهر والحمى"
Artinya:
Perupamaan seorang mukmin dalam saling mencintai, kasih sayang dan saling
menaruh simpati seperti badan yang satu, ketika sakit salah satu anggotanya
maka datang anggota badannya yang lain untuk menjaga dan melindunginya.
Selain itu manusia dituntut untuk saling mencintai dalam sebuah
keluarga, mencintai ibu, ayah, anak, saudara dan kerabat lainnya untuk mencapai
sebuah ketenangan, dan mencintai pasti membutuhkan pengorbanan seperti
mengorbankan jiwa hingga pengorbanan yang harus menggunakan harta, sebuah kisah
yang sangat fameliar di telinga kita yang sangat mengunggah jiwa dengan
berbagai pengorbanan yang dikorbankan oleh qois (majnun) untuk laila. Di sini
penulis akan mengutip sedikit kisah mereka berdua dari buku Fihi Ma Fihi
karyanya Maulana Rumi.
Seorang
khalifah mendatangi majnun dan bertanya padanya; “apa yang terjadi padamu
sehingga engkau jadi begini?, Kau sudah memalukan dirimu sendiri, kau pergi
dari rumahmu, kau menjadi hancur dan hilang, siapa itu laila? Bagaimana
kecantikannya?, Akan kutunjukkan perempuan-perempuan yang cantik dan menarik,
akan kujadikan mereka sebagai penyelamat kegilaanmu”.
Ketika
perempuan-perempuan itu tiba, majnun dipersilahkan melihat mereka tapi majnun
hanya menunduk.
“ angkat kepalamu dan lihatlah wahai majnun…..” kata khalifah.
“aku
takut,” jawab majnun “ cintaku pada
laila adalah pedang yang terhunus. Jika aku angkat kepalaku, pedang itu akan
menebas perempuan-perempuan itu.”
Sekilas cerita di atas adalah sebuah cinta yang Amazing,
dimana seorang majnun mencintai laila dengan sepenuhnya, jiwanya melebur pada
sosok wanita yang dia cintai, fikirannya hanyalah laila, pandangannya hanyalah
laila dan perjalanannya hanya terlantun syair-syair tentang laila, karena
terkadang cinta menjadi sebuah motivasi dan terkadang pula cinta akan membuat
seseorang terjebak dalam cinta yang tidak diridhoi, maka celaka bagi orang yang
terjebak dalam cinta yang tidak diridhoi, karena ia akan menghancurkan
hidupnya, sebab seseorang apabila dimabuk cinta maka tidak ada yang ia fikirkan
kecuali yang ia cintai, itulah cinta pada manusia.
Lebih urgen lagi mencintainya
seorang hamba pada rob-Nya yaitu Allah SWT maka seharusnya seorang hamba lebih
mencintai dari pada sekedar cintanya majnun pada laila dan bukan hanya untuk
bersosial dan mencari kesenangan biologis dengan istri saja, dan juga bukan
hanya untuk mencari ketenagan ketika berkumpul dengan keluarga, tapi harus
dengan melebihi semua pengorbanan dari manusia untuk manusia maka apabila
mencintai makhluq Allah begitu besar pengorbanannya, maka mencintai khaliq
harus lebih besar pula pengorbanannya, karena mencintai Allah adalah sebuah
tujuan akhir dan merupakan derajat yang paling tinggi. Mencintai Allah yang
sebenarnya bukan dengan sekedar syair cinta padaNya atau sangat mencintaiNya
namun mencintainya dengan cara mengikuti perintahNya dan lebih mengutamakan
keridhoanNya dari pada mengikuti hawa nafsunya dan mengikuti rosulnya
sebagaimana firman Allah swt:
قُلۡ إِن كُنتُمۡ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِي يُحۡبِبۡكُمُ
ٱللَّهُ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٞ ٣١
Artinya:
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku,
niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.
Mengikuti rosulullah merupakan sebuah tanda bahwa seorang hamba
mencintaiNya,
namun ada sebagian orang yang ingkar pada tingkatan ini yaitu orang orang yang
tidak percaya pada sebuah cinta yang begitu melebihi dari pada manusia itu
sendiri, dan keingkaran ini dijawab oleh imam Al-Ghazali dengan firman Allah
Dan Hadis Rasulullah yaitu:
وَٱلَّذِينَءَامَنُوٓاْ أَشَدُّ حُبّٗا لِّلَّهِۗ…
Artinya:
adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.
يُحِبُّهُمۡ وَيُحِبُّونَهُۥ
Artinya: Allah
mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya.
لا يؤمن أحدكم حتى
يكون الله ورسوله أحب إليه من اهله وماله والناس اجمعين.
Artinya: seseorang tidak dikatakan beriman sampai dia lebih
mencintai Allah dan rasulnya melebihi cintanya pada keluarganya, hartanya, dan
semua manusia.
Dan dalam sebuah hadis juga
diceritakan bahwa ketika Nabi Ibrohim As didatangi malaikat maut untuk mncabut
nyawanya, beliau berkata pada malaikat maut: apakah ada kekasih yang akan
membunuh kekasihnya?, kemudian Allah memberikan wahyu padanya: apakah kamu
melihat seorang kekasih tidak suka untuk bertemu dengan kekasihnya?, kemudian Nabi
Ibrohim berkata pada malaikat maut: malaikat maut, ambil nyawaku sekarang.
Rasulullah juga bersabda:
المرء مع من
احب.
Artinya: “Seseorang akan bersama dengan yang
dia cintai”.
Selain cinta pada Allah SWT ada
cinta yang datangnya dari Allah pada hambanya dengan cara Allah memuliakan
manusia, memerintah malaikat untuk bersujud padanya dengan sujud penghormatan
bukan sebagai penghambaan atau ibadah.
Sebagaimana firmannya:
۞وَلَقَدۡكَرَّمۡنَابَنِيٓءَادَمَ وَحَمَلۡنَٰهُمۡ فِي ٱلۡبَرِّ
وَٱلۡبَحۡرِ وَرَزَقۡنَٰهُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَفَضَّلۡنَٰهُمۡ عَلَىٰ كَثِيرٖ مِّمَّنۡ خَلَقۡنَا
تَفۡضِيلٗا ٧٠
Artinya: Dan Sesungguhnya
Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di
lautan, kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka
dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami
ciptakan.
Selain itu Allah berfirman:
وَإِذۡقُلۡنَالِلۡمَلَٰٓئِكَةِٱسۡجُدُواْلِأٓدَمَ فَسَجَدُوٓاْ
إِلَّآ إِبۡلِيسَ أَبَىٰ وَٱسۡتَكۡبَرَ وَكَانَ مِنَ ٱلۡكَٰفِرِينَ ٣٤
Artinya: Dan (Ingatlah) ketika kami berfirman kepada
para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," Maka bersujudlah mereka
kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan ia termasuk golongan orang-orang yang
kafir.
فَإِذَاسَوَّيۡتُهُۥوَنَفَخۡتُفِيهِ
مِن رُّوحِي فَقَعُواْ لَهُۥ سَٰجِدِينَ
٢٩
Artinya: Maka apabila Aku Telah menyempurnakan kejadiannya, dan
Telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya
dengan bersujud.
Dari semua uraian di atas maka sangat menarik dan bermanfaat
menurut penulis apabila mengkaji lebih mendalam tentang cinta dan hal hal yang
berhubungan dengannya agar kita bisa mengetahui tentang cinta dari segala
aspek tentunya dengan cinta yang bernilai
dan diridhoi oleh allah SWT, untuk itu maka penulis ingin mengkaji pemikiran
Muhammad Said Romadhon Al-Buti tentang cinta.
B. Arti Cinta Secara Universal
Secara etemologi kata “cinta” berasal dari kata sanserkerta
yaitu “citta” yang memiliki arti yang “selalu dipikirkan, disenangi, dikasihi”.
Berangkat dari term ini, lantas dalam bahasa Indonesia kata cinta dapat berarti:
suka sekali, saying sekali, etrpikat, ingin sekali, berhararap sekali,
khawatir.
Dalam bahasa arab cinta berarti Al-Maḥabbah, bentuk
masdar dari kata
kerja ḥababa atau ḥabba, yaḥubbu, ḥubban atau al-maḥabbah yang berakar
pada huruf ḥa dan ba
yang mempunyai tiga makna, yaitu a)
melazimi dan tetap, b) biji dari sesuatu yang memiliki biji dan c)
sifat keterbatasan. Pengertian pertama
mengandung makna dengan melazimi sesuatu secara tetap akan menimbulkan keakraban
yang kemudian membawa kepada persahabatan yang akhirnya dapat menimbulkan rasa
cinta (al-maḥabbah)
atau keinginan bersatu. Pengertian kedua banyak ditemukan dalam al-Qur’an seperti dalam Q.S.
al-Baqarah/2: 261.
مَّثَلُ ٱلَّذِينَ
يُنفِقُونَ أَمۡوَٰلَهُمۡ فِي سَبِيلِ
ٱللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنۢبَتَتۡ سَبۡعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنۢبُلَةٖ
مِّاْئَةُ حَبَّةٖۗ
وَٱللَّهُ يُضَٰعِفُ لِمَن يَشَآءُۚ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ ٢٦١
Artinya: Perumpamaan (nafkah
yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah
adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap
bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia
kehendaki. dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Makna “habbah” jika dinalisis
dari segi fungsinya dapat dikatakan bahwa biji merupakan benih kehidupan
tumbuh-tumbuhan, karena itu, al-maḥabbah dapat juga dikatakan sebagai benih kehidupan
manusia yang tumbuh dalam hati, karena dapat memberi semangat dan motivasi,
dengan kata lain bahwa dengan cinta semangat hidup seseorang dapat bertambah
atau bangkit kembali. Hal ini dapat dilihat dalam pandangan Jalaluddin al-Rumi
(604-672 H.) bahwa cinta dapat membangkitkan yang mati, dan meniupkan kehidupan
padanya, mengubah yang
pahit menjadi manis, yang
sakit menjadi sembuh, derita menjadi
nikmat, kemarahan menjadi rahmat, dan penjara menjadi telaga.
C.
Penafsiran Ayat-Ayat Cinta Perspektif Al-Buti
Dalam menguraikan penafsiran ayat-ayat cinta, penulis akan
memaparkan beberapa ayat-ayat cinta dengan penafsiran Muhammad Said Romahon
Al-Buti baik dengan kata langsung yakni menggunakan kata “hub” atau yang tidak
menggunakan kata langsung yakni selain menggunakan kata “hub”, namun sebelum
itu penulis akan menjelaskan pengertian cinta menurut beliau.
1.
Pengertian Cinta
menurut Muhammad Said Romadhon Al-Buti
Cinta adalah kebergantungan
hati kepada sesuatu sehingga menyebabkan kenyamanan di hati saat berada di
dekatnya atau perasaan gelisah saat berada di jauhnya.
Pengertian
cinta ini adalah cinta yang biasa terjadi pada kalangan munusia pada manusia
yang lain. Tapi pengertian ini tidak bisa dipahami bahwa cinta Allah sama dengan
cintanya manusia, dalam arti bahwa cinta Allah bukanlah “senang apabila ada di
dekatnya dan gelisah apabila jauh darinya”. Tapi pengertian tersebut disucikan
dari Allah Azza Wajalla, dan juga bukan dimaksukan pada pentakwilan
makna “al-huub” pada makna lainnya yang sudah ditetapkan oleh Allah pada
hamba-hambanya. Seperti yang dikatakan oleh salah satu dari ulama "Cinta
Allah pada manusia adalah ridho-Nya dan ampunan-Nya atau yang dikasud dengan “cinta allah pada
makhluq-Nya adalah bentuk kemuliaan yang diberikan Allah pada manusia atas
jenis manusia ) bukan atas dzatnya).
Kedua pendapat di
atas berbeda dengan pendapat ulama salaf karena pendapat yang pertama
menggunakan cara menakwilkan makna “al-hubb” pada makna lainnya. Sedangkan
pendapat yang kedua yaitu memaknai “al-hubb” dengan cara ta’thil, yaitu
dengan cara menggunakan makna hakikat dari “al-hubb” itu sendiri.
Jadi pengertian
“cinta Allah pada manusia” yang dimaksudkan oleh Muhammad Said Romadhon Al-Buti
adalah dengan cara dzat cinta itu sendiri yang diartikan dengan menisbatkan
pada dzat Allah yang maha tinggi, baik arti dari tangan Allah, telinga Allah,
dan lain sebagainya, pengertian ini adalah pendapat dari kalangan ulama salaf, Maka
Allah mempunyai tangan, telingan dan singgah sana-Nya, seperti yang Allah maksud
disertakan mensucikan dzat dan sifat-Nya dari keserupaan.
Seperti yang
disampaikan oleh Syekh Al-Islam:
"إنَّ
سلفَ الأمَّةِ وأئمَّتَها كانوا على الإِيمان الذي بعثَ الله به نبيَّه -صلى الله عليه
وسلم-، يصِفون الله بما وصَف به نفسَه، وبما وصَفَه به رسولُهُ من غير تحريفٍ، ولا تعطيلٍ، ومن غير تكييفٍ ولا تمثيلٍ، ويقولون: إنَّ القرآنَ كلامُ الله
تعالى، ويصفونَ الله بما وصفَ به نفسَهُ، من التكليمِ، والمُناجاة، والمُناداةِ، وما
جاءت به السُّنَنُ والآثارُ موافقةً لكتاب الله تعالى"
Bahwa Allah Azza
Wajalla mensifati dzatnya dengan sifat yang dimaksud oleh Allah dan
rasulnya tanpa adanya pentahrifan, ta’thil, takyif dan tamtsil. Mereka
mensifati bahwa kalam Allah SWT adalah berbicara, bermunajat, memanggil dan
sifat-sifat yang ada pada hadits dan atsar yang cocok dengan Al-Qur’an dengan
sifat yang dimaksudkan oleh Allah dan rosulnya.
Dari pendapat Al-Buti
maka dapat dipahami bahwa Allah suci dari hal-hal yang menyerupai-Nya dari
makhluq-Nya yakni pemahaman tentang cinta apabila dikaitkan pada Allah maka
tidak bisa disamakan dengan pengertian cinta manusia sehingga beliau
menggunakan arti “cinta Allah pada makhluq-Nya” dengan pengertian yang
disandarkan pada Allah dan rosulnya atau dengan pengertian cinta yang dimaksud
oleh Allah Azza Wa Jalla, bukan dengan cara ta’wil dan cara-cara lainnya.
2.
Ayat yang
mengandung makna cinta Allah pada Manusia
۞وَلَقَدۡكَرَّمۡنَابَنِيٓءَادَمَ وَحَمَلۡنَٰهُمۡ فِي ٱلۡبَرِّ
وَٱلۡبَحۡرِ وَرَزَقۡنَٰهُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَفَضَّلۡنَٰهُمۡ عَلَىٰ كَثِيرٖ مِّمَّنۡ خَلَقۡنَا
تَفۡضِيلٗا ٧٠
Artinya: Dan Sesungguhnya
Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di
lautan, kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka
dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan.
وَإِذۡ
قُلۡنَا لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ ٱسۡجُدُواْ لِأٓدَمَ فَسَجَدُوٓاْ إِلَّآ إِبۡلِيسَ
أَبَىٰ وَٱسۡتَكۡبَرَ وَكَانَ مِنَ ٱلۡكَٰفِرِينَ ٣٤
Artinya: Dan (Ingatlah) ketika kami berfirman kepada
para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," Maka bersujudlah mereka
kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan ia termasuk golongan orang-orang yang
kafir.
فَإِذَا سَوَّيۡتُهُۥ
وَنَفَخۡتُ فِيهِ مِن رُّوحِي فَقَعُواْ لَهُۥ سَٰجِدِينَ ٢٩
Artinya: Maka apabila Aku Telah menyempurnakan kejadiannya, dan
Telah meniupkan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya
dengan bersujud.
ٱللَّهُ ٱلَّذِي خَلَقَ
ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ وَأَنزَلَ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءٗ فَأَخۡرَجَ بِهِۦ مِنَ ٱلثَّمَرَٰتِ رِزۡقٗا لَّكُمۡۖ وَسَخَّرَ
لَكُمُ ٱلۡفُلۡكَ لِتَجۡرِيَ فِي ٱلۡبَحۡرِ بِأَمۡرِهِۦۖ وَسَخَّرَ لَكُمُ
ٱلۡأَنۡهَٰرَ ٣٢ وَسَخَّرَ لَكُمُ ٱلشَّمۡسَ وَٱلۡقَمَرَ دَآئِبَيۡنِۖ وَسَخَّرَ
لَكُمُ ٱلَّيۡلَ وَٱلنَّهَارَ ٣٣
Artinya: Allah-lah yang Telah menciptakan langit dan bumi dan
menurunkan air hujan dari langit, Kemudian dia mengeluarkan dengan air hujan
itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu; dan dia Telah menundukkan
bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan
dia Telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. Dan dia Telah menundukkan
(pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya);
dan Telah menundukkan bagimu malam dan siang.
Tafsir:
Semua ayat di atas mempunyai satu
kandungan yaitu “Allah memuliakan manusia tanpa memandang jenisnya” dengan cara
memerintahkannya Allah pada malaikat untuk bersujud pada Nabi Adam dan menciptakan
langit dan bumi dan isinya untuk manusia, ini semua merupakan bukti cinta-Nya kepada manusia. Namun
seandainya ada orang yang bertanya: dimanakan makna cinta pada ayat tersebut,
bukankah ayat tersebut hanya menerangkan tentang kemuliaan manusia? Maka
jawabannya: kata “takrim” atau bentuk memuliakannya Allah pada manusia adalah
sebuah natijah atau hasil yang dimiliki oleh sesuatu. Lantas apa sesuatu
tersebut? Muhal adanya sesuatu ini kalau bukan karena sesuatu yang lain yaitu
cinta, yakni muhal adanya “takrim” apabila tidak adanya “al-hubb”.
Tapi dalam pemahaman adanya
“al-hubb” yang merupakan sebab dari “takrim” tidak bisa dipahami bahwa al-hubb
berhubungan dengan zaman yakni lebih awal, dan “takrim” berhubungan dengan
zaman yakni lebih akhir karena cinta Allah pada manusia dan memuliakannya Allah
pada manusia mencakup pada qodha Allah. Cinta Allah pada manusia
merupakan Azaliyah Qadimah sedangkan Takrim yang merupakan Natijah
dari cinta Allah adalah Akhir azali qadim dan kedua-duanya merupakan
qodhaullah yang Allah ketahui akan terjadi di zaman yang mendatang.
Adapun runtutan dari kedunya tidak lain hanyalah runtutan Azali, yakni
tetap keduanya ada pada satu waktu, yang berarti bahwa Allah mengetahui terhadap
salah satu diantara sabab dan musabab pada waktu yang satu yaitu Qadim.
3.
Ayat yang
mengandung makna cinta manusia pada Allah
وَإِذۡ
أَخَذَ رَبُّكَ مِنۢ بَنِيٓ ءَادَمَ مِن ظُهُورِهِمۡ ذُرِّيَّتَهُمۡ وَأَشۡهَدَهُمۡ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمۡ أَلَسۡتُ
بِرَبِّكُمۡۖ قَالُواْ بَلَىٰ شَهِدۡنَآۚ أَن تَقُولُواْ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ
إِنَّا كُنَّا عَنۡ هَٰذَا غَٰفِلِينَ ١٧٢
Artinya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan
anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa
mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka
menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:
"Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini
(keesaan Tuhan)".
Tafsir:
Ayat di atas mengandung pengertian
tentang cinta manusia pada Allah, namun dimana letak ayat yang menerangkan
tentang cinta?, Ayat yang menerangkan cinta terletak di balik pertanyaan Allah
kepada ruh yaitu Alastu bi robbikum (bukankah aku adalah tuhanmu?).
Dengan gambaran bahwa seseorang akan merasakan sebuah rasa seperti rindu, rasa
sedih, dan haru ketika angin menerpa jiwa, semua itu bersumber dari perintah
Allah padanya.
Kemudian apa tanggapan manusia
mengenai dialog Allah dengan ruh manusia di rahim itu? Bagaimana reaksi manusia
ketika ruh itu menerima pertanyaan dari rob atau penciptanya? Kemudian, apa
tanggapannya tentang pertanyaan Allah yang berisi pernyataan “Alastu bi
robbikum?” ( bukankah aku adalah tuhan kalian?).
Sebagian orang beranggapan bahwa dialog
Allah yang disampaikan pada ruh manusia itu aneh, bagaimana munkin Allah berdialog
dengan ruh janin yang tidak terbagi bagi? Maka jawabannya: justru mengapa
mereka menanyakan struktur tubuh berkaitan dengan dialog Allah dengan ruh itu?
Bukankah justru pertanyaa itu yang aneh?, bahkan merupakan sebuah kebodohan. Satu hal yang
mesti ketahui oleh orang yang berasumsi seperti itu bahwa dialog Allah dengan
ruh itu terjadi secara langsung, tanpa membutuhkan perantara telinga dan daya
ingat dalam kepala. Kemudia ada yang bertanya, kenapa ruh-ruh kami tidak menceritakan
hal itu?, Mengapa peristiwa itu tidak terekam dalam daya ingat manusia saat ini?,
Bukankah daya ingat yang dimiliki oleh manusia adalah daya ingat ruh,
pembangkit kehidupan? Barangkali ruh itu telah lupa akan pertanyaan Allah itu
karena rentang waktu yang begitu lama sehingga meskipun seseorang berusaha
mencari tahu hal itu, tetap saja tidak ada jawaban. Jawabannya adalah ruh amat
jelas terekam pada perilaku seseorang sehari hari, Tidakkah seseorang merasa
ada kerinduan dalam diri terhadap sesuatu yang tidak tanpak di mata ?, Tidakkah
dia merasa rindu terhadap sesuatu yang jauh darinya?, Apakah dia tidak merasa
adanya keinginan untuk tunduk pada sesuatu?, Pernahkah dia merasa lemah, butuh
pertolongan, lalu dia merasakan bahwa Allah maha kuat dan tempat bergantungnya
seluruh alam?, Itu semua tidak lain karena bisikan ruh kepada dia. Ruh
menceritakan pada seseorang tentang kepenatannya, mengembalikan daya ingatnya,
dan menceritakan padanya tentang kesedihan masa lalunya dan janji-janjinya.
Gejolak jiwa yang terjadi dalam diri
manusia saat mendengarkan lagu-lagu yang dinyanyikan dengan suara yang merdu
yang membangkitkan perasaan rindu, rasa gembira, dan rasa sedih, seseorang tidak
tau dari mana perasaan itu datang?. Dia juga tidak tahu kemana perasaan itu
pergi?. Dari manakah sumber gejolak jiwa ini?. Sumber gejolak itu adalah masa
lalu ketika Allah menyatakan “Alastu bi robbikum?” kemudian setelah
pernyataan tersebut ruh ini terus merindukan masa-masa itu yang hal ini
menunjukkan ada naluri cinta pada diri Manusia kepada Allah, Hanya saja tidak
ada bahasa atau kata-kata yang bisa mengungkapkan rasa rindu itu karena
sedikitnya bahasa dan lemahnya kata-kata untuk mengungkapkan perasaan ruh.
Ketika ruh ini mendengarkan suara-suara merdu, yang terjadi adalah gejolak rindu
sebagai bentuk ungkapan jiwa. Ketika bahasa dengan segala macam bentuk penjelasannya
tidak bisa mengungkapkan perasaan jiwa, gejolak itulah ungkapannya.
Ruh manusia, apapun bentuknya, akan cenderung kepada yang dicintai,
yang diyakini paling indah tiada duanya, yaitu Allah Swt. Sebab hubungan
(penyandaran) antara ruh tersebut dan Allah ada serta akan terus ada, sebuah
hubungan yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata atau dibayangkan dengan
imajenasi. Semua bentuk keindahan yang tersebar di muka bumi menjadi nisbi
sebab semuanya muncul setelah keindahan-Nya.
4.
Ayat yang
mengandung makna Cinta manusia pada manusia
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن
يَتَّخِذُ مِن دُونِ ٱللَّهِ أَندَادٗا يُحِبُّونَهُمۡ كَحُبِّ
ٱللَّهِۖ وَٱلَّذِينَ
ءَامَنُوٓاْ أَشَدُّ حُبّٗا لِّلَّهِۗ وَلَوۡ يَرَى
ٱلَّذِينَ ظَلَمُوٓاْ إِذۡ يَرَوۡنَ ٱلۡعَذَابَ أَنَّ ٱلۡقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعٗا وَأَنَّ ٱللَّهَ
شَدِيدُ ٱلۡعَذَابِ ١٦٥
Artinya: Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah
tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka
mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada
Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika
mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah
semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ ٱلشَّهَوَٰتِ مِنَ ٱلنِّسَآءِ وَٱلۡبَنِينَ
وَٱلۡقَنَٰطِيرِ ٱلۡمُقَنطَرَةِ مِنَ ٱلذَّهَبِ وَٱلۡفِضَّةِ وَٱلۡخَيۡلِ
ٱلۡمُسَوَّمَةِ وَٱلۡأَنۡعَٰمِ وَٱلۡحَرۡثِۗ ذَٰلِكَ مَتَٰعُ ٱلۡحَيَوٰةِ
ٱلدُّنۡيَاۖ وَٱللَّهُ عِندَهُۥ حُسۡنُ ٱلۡمََٔابِ ١٤
Artinya: Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).
قُلۡ إِن كَانَ ءَابَآؤُكُمۡ
وَأَبۡنَآؤُكُمۡ وَإِخۡوَٰنُكُمۡ وَأَزۡوَٰجُكُمۡ وَعَشِيرَتُكُمۡ وَأَمۡوَٰلٌ
ٱقۡتَرَفۡتُمُوهَا وَتِجَٰرَةٞ تَخۡشَوۡنَ كَسَادَهَا وَمَسَٰكِنُ تَرۡضَوۡنَهَآ
أَحَبَّ إِلَيۡكُم مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَجِهَادٖ فِي سَبِيلِهِۦ
فَتَرَبَّصُواْ حَتَّىٰ يَأۡتِيَ ٱللَّهُ بِأَمۡرِهِۦۗ وَٱللَّهُ لَا يَهۡدِي
ٱلۡقَوۡمَ ٱلۡفَٰسِقِينَ ٢٤
Artinya: Katakanlah: "Jika bapak-bapak, anak-anak,
saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu
usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang
kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad
di jalan-Nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan-Nya". Dan
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.
۞إِنَّ قَٰرُونَ كَانَ مِن قَوۡمِ مُوسَىٰ
فَبَغَىٰ عَلَيۡهِمۡۖ وَءَاتَيۡنَٰهُ مِنَ ٱلۡكُنُوزِ مَآ إِنَّ مَفَاتِحَهُۥ
لَتَنُوٓأُ بِٱلۡعُصۡبَةِ أُوْلِي ٱلۡقُوَّةِ إِذۡ قَالَ لَهُۥ قَوۡمُهُۥ لَا
تَفۡرَحۡۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡفَرِحِينَ ٧٦ وَٱبۡتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ
ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلۡأٓخِرَةَۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنۡيَاۖ وَأَحۡسِن
كَمَآ أَحۡسَنَ ٱللَّهُ إِلَيۡكَۖ وَلَا تَبۡغِ ٱلۡفَسَادَ فِي ٱلۡأَرۡضِۖ إِنَّ
ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُفۡسِدِينَ ٧٧
Artinya: Sesungguhnya Karun adalah termasuk kaum Musa, Maka ia
berlaku aniaya terhadap mereka, dan kami Telah menganugerahkan kepadanya
perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah
orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya Berkata kepadanya:
"Janganlah kamu terlalu bangga; Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang terlalu membanggakan diri". Dan carilah pada apa yang
Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah
kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan.
كَلَّاۖ بَل لَّا تُكۡرِمُونَ ٱلۡيَتِيمَ ١٧ وَلَا تَحَٰٓضُّونَ
عَلَىٰ طَعَامِ ٱلۡمِسۡكِينِ ١٨ وَتَأۡكُلُونَ ٱلتُّرَاثَ أَكۡلٗا لَّمّٗا ١٩
وَتُحِبُّونَ ٱلۡمَالَ حُبّٗا جَمّٗا ٢٠
Artinya: Sekali-kali tidak
(demikian), Sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim, Dan kamu tidak saling
mengajak memberi makan orang miskin, Dan kamu memakan harta pusaka dengan cara
mencampur baurkan (yang halal dan yang bathil), Dan kamu mencintai harta benda
dengan kecintaan yang berlebihan.
Tafsir:
Kalimat “andadan” pada surah Al-Baqaoroh
ayat 165 di atas mencakup pada semua yang dijadikan oleh manusia itu sama atau
sepadan, sehingga dapat dipahami bahwa mereka mencintai sesuatu selain Allah
sama cintanya dengan Allah baik dari manusia atau lainnya.
Kemudia pada surah Ali Imron: 14
Allah menjelaskan bahwa manusia dihiasi perasaan cinta pada sesuatu yang
sifatnya sementara atau penggantian dan hal itu merupakan tabiat yang sudah
tertanam dalam jiwanya, seperti mencintai pasangan, anak, orang tua, kerabat,
sahabat dan phenomina dunia.
Namun Allah memberi peringatan pada
manusia yang cintanya melebihi cintanya pada Allah, hal ini disebutkan dalam
surah At-Taubah: 24 di atas.
Dalam surah Al-Qasos: 76-77 Allah merangkan perihal yang terjadi pada
Qorun yang bangga terhadap kekayaanya sehingga ada salah satu orang soleh
berkata padanya "Janganlah kamu terlalu bangga; Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri", dapat diambil
kesimpulan dalam konteks ini bahwa ayat ini memerintahkan Qarun khususnya dan
manusia lainnya pada umumnya untuk tidak mencintai harta secara berlebihan.
Senada dengan surah di atas yaitu surah
Al-Fajr: 17-20 bahwa Allah juga memperingatkan atau mengancam manusia karena
mereka mencintai harta secara berlebihan.
Dari penjelasan di atas ada dua pengertian
yaitu dalam satu sisi Allah menciptakan manusia memang mempunyai naluri cinta
dalam dirinya, dan sisi yang lain Allah memperingati manusia yang mencintai manusia,
harta dan lainnya agar tidak berlebihan dalam mencintainya, Pemahaman di atas
seakan-akan ada kontradiksi bahwa selain Allah menciptakan manusia untuk
mencintai dunia, Allah juga mengancam pada manusia yang cinta pada dunia.
Sebenarnya dalam pemahaman ini tidak ada kontradiksi karena yang dimaksud
adalah manusia boleh saja mencintai dunia dengan catatan cintanya pada dunia
tidak melebihi cintanya pada Allah, dengan bahasa lain bahwa bagaimana Allah
bisa memperingati, mengancam manusia tentang cintanya pada dunia padahal dia menciptakannya
untuk mencintai maka kembali lagi pada pemahaman bahwa manusia boleh mencintai
selain-Nya namun tidak boleh menjadikan cintanya menyamai derajatnya atau menjadi
tandingan cintanya pada Allah.
Konsep Cinta Menurut Muhammad Said
Romadhon Al-Buti
A.
Konsep Cinta
Allah Pada Manusia
Allah memuliakan
manusia tanpa memandang
jenisya, ini merupakan bukti cinta-Nya
kepada manusia namun di kemudian
hari, manusia bertambah banyak, kemudian mereka mengikuti berbagai aliran Madzhab pemikiran. Dengan
cepat mereka memperoleh pengetahuan dari Allah SWT tentang alam dan isinya yang
menegaskan bahwa mereka sejatinya adalah
hamba-hamba Allah SWT, lalu Allah mengajak mereka untuk berkomitmen dengan
ajaran para Nabi dan Rasul, dan mereka juga
dijanjikan kebahagiaan dunia dan
akhirat jika mereka beriman terhadap apa
yang disampaikan para rasul dan para Nabi Allah lalu mengikutinya.
Di antara
mereka ada yang merespon dengan baik lalu beriman dan berkomitmen dengan
sepenuh jiwa namun diantara mereka ada juga yang berpaling, ingkar dan sombong
terhadap perintah Allah, Begitulah manusia, kondisi ini akan terus berlanjut
hingga Allah SWT menggantinya dengan generasi baru. Maka benar yang difirmankan
oleh Allah SWT:
…وَلَا يَزَالُونَ مُخۡتَلِفِينَ ١١٨ إِلَّا مَن رَّحِمَ رَبُّكَۚ
وَلِذَٰلِكَ خَلَقَهُمۡۗ…
Artinya: Dan mereka senantiasa
berselisih pendapat, Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan
untuk itulah Allah menciptakan mereka.
Lalu Apa muara
cinta Allah sehingga Allah memuliakan manusia sebelum manusia itu bertambah
banyak, kemudian tersebar ke berbagai aliran Madzhab dan mereka berpisah
di beberapa jalan?
Maka jawabanya adalah
muara cinta Allah tergantung pada cara penyikapan seseorang terhadap ajaran dan
syariat Allah kepada-Nya. Bagi mereka yang taat kepada-Nya, menjalankan
perintah dan menjauhi larangan-Nya, maka cinta Allah kepada hambanya itu akan bertambah
kemudian dia memberikankan kehormatan dan kemuliaan yang tinggi sebagai balasan
dari komitmen yang kuat terhadap ajaran dan ketentuan yang telah
ditetapkan-Nya.
Semua ini sudah dinyatakan Allah dalam
Al-Qur’an, diantaranya adalah:
قُلۡنَا ٱهۡبِطُواْ
مِنۡهَا جَمِيعٗاۖ فَإِمَّا يَأۡتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدٗى فَمَن تَبِعَ هُدَايَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ
يَحۡزَنُونَ ٣٨ وَٱلَّذِينَ كَفَرُواْوَكَذَّبُواْ بَِٔايَٰتِنَآ أُوْلَٰٓئِكَ أَصۡحَٰبُ ٱلنَّارِۖ هُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ ٣٩
Artinya: Kami berfirman: "Turunlah
kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, Maka
barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas
mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati". Adapun orang-orang yang
kafir dan mendustakan ayat-ayat kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal
di dalamnya.
B.
Konsep cinta
manusia pada Allah
Salah satu tanda bahwa manusia
mencintai Allah adalah bertambahnya keimanan padaNya sehingga ketika iman
seseorang berkurang yakni meniggalkan beberapa yang Allah perintahkan dan
melanggar sesuatu yang dilarang menandakan bahwa cintanya pada Allah melemah,
karena keimanan tidak akan akan lemah apabila cintanya pada Allah tidak
melemah.
Cinta yang tumbuh kepada Allah bersamaan dengan ketaatan, zikrullah, dan merasa
diawasi oleh Allah itulah yang akan membawa manusia semakin dicintai oleh Allah. Dan untuk menanam
rasa cinta pada Allah ada beberapa jalan yang harus ditempuhnya yaitu:
Jalan yang pertama: Memperbanyak Muraqabatullah (merasa diawasi oleh Allah)
dan berdzikir kepada-Nya. Cara terbaik untuk itu adalah dengan berfikit dan
mengingat-ingat nikmat Allah yang diberikan kepada manusia. Orang beriman yang
merasa dirinya diawasi oleh Allah dan memperbanyak zikir kepada-Nya akan muncul
benih-benih cinta kepada dzat Pemberi anugerah dan nikmat. Mengingat bebagai
kenikmatan yang diberikan Allah kepada mausia adalah cara pertama dan utama
untuk menyalakan bara cinta kepada-Nya. Cara ini ditunjukkan oleh Rasulullah
Saw.dengan sabdanya,
احبو الله لما يغذوكم به من نعمه
“cintailah Allah atas
apa yang Dia
berikan kepadamu dari
berbagai nikmat-Nya” (HR Turmudzi dari Anas).
Ketika kita
duduk di depan meja makan dengan aneka ragam macam makanan yang semuanya
dikeluarkan oleh Allah dari langit dan bumi, maka fikirkanlah apakah ada yang memberi
rezeki seperti ini selain Allah dan masih banyak hal-hal lain yang harus kita
fikirkan dan renungi.
Satu hal yang pasti
bahwa orang yang merasa dirinya senantiasa
diawasi oleh Allah dengan mengingat dan memikirkan berbagai kenikmatan
kepada dzat pemberi nikmat itu, hatinya akan dipenuhirasa cinta kepada Allah,
dzat Pemberi nikmat dan dzat yang Maha baik. Rasa cinta ini akan menguat dan menguasai
seluruh jiwanya sehinga dapat mengalahkan cinta yang lain.
Jalan yang
kedua: Menjaga diri secara maksimal untuk
menjauhi makanan haram. Haram yang dimaksud disini banyak macamnya, misalnya
haram dzatnya untuk dimakan atau diminum dan haram untuk dijadikan sebagai
pajangan di rumah. Makanan haram yang dikonsumsi atau barang haram yang
dipajang dirumah akan menyebabkan pelakunya berperangai keras dan memiliki
kepala melebihi naluri binatang buas. Orang yang mengonsumsi barang haram harus
diingatkan dan harus kembali kepada Allah meski ia tidak mau diingatkan. Mereka
menikmati segala kenikmatan tetapi mereka tidak pernah bertanya dari mana
sumber kenikmatan itu?, mereka tidak pernah merasa bahwa orang yang tidak
bersyukut atas kenikmatan itu sungguh amat tercela.
Jalan yang
ketiga: Duduk bersama orang-orang saleh, menjauhi
tempat tempat orang fasik dan tempat-tempat kemaksiatan. Orang-orang saleh yang
diharapkan dapat memberikan kebaikan kepada orang lain ada dua kelompok. Kelompok
pertama adalah orang-orang awam
yang hatinya bersih
dari watak pendendam dan
sifat-sifat tercela. Mereka selalu
mencari kebaikan untuk dirinya
dimanapun mereka berada, merasa gelisah dengan kejahatan
mesti menggiurkan, selalu
terlihat dekat dengan Allah,
dan memohon ampun
setiap saat atas dosa-dosa yang mereka perbuat. Kelompok
kedua adalah para ulama yang mengamalkan ilmunya, mereka
zuhud terhadap dunia, mengikat diri
dengan sifat wara’
(menjaga diri dari
barang haram), memudahkan
bagi orang lain
dalam hal pelaksanaan hukum-hukum syara’,
selagi ada dalil
yang kuat, baik
dari Al-Qur’an, Sunnah, maupun ijtihad
ulama yang tsiqah
(kuat). Mereka semua
memiliki waktu khusus dengan Allah untuk menyendiri, berdzikir, dan melaksanakan
ibadah-ibadah sunah dan mereka juga
memiliki waktu pada malam hari untuk merendahkan diri dan memohon ampun kepada
Allah.
C.
Konsep cinta
manusia pada manusia
Cinta manusia
pada manusia lainnya juga merupakan wujud rasa cintanya kepada Allah, Allah
akan pasti mencintainya jika ia mencintai manusia lainnya, sebab manusia adalah
makhluk yang mendapatan kemuliaan khusus dari Allah yang para malaikatpun
diperintahkan untuk sujud (hormat) kepada Allah. Meskipun setelah itu, mereka
bercerai berai dalam berbagai madzhab dan pemikiran, diantaranya ada yang
sejalan dan satu keyakinan dengan muslim lainnya, tetapi diantaranya juga ada
pula yang berbeda keyakinan, orang yang satu keyakinan dengan Muslim lainnya dapat
melahirkan cinta atas dasar komitmen menjalankan perintah Allah.
Cinta seorang
Muslim pada Muslim lainnya berjalan di atas jalan-Nya, Semakin besar cinta
diantara mereka, semakin besar pula cinta Allah kepada mereka, saling
menasehati, saling bersilaturahim, saling mengunjungi dan saling memberi
menunjukkan adanya saling mencintai. Kalau saja tidak ada rasa cinta antar
keduanya, tentu mereka tidak akan saling menyambung silaturahim, saling
menasehati, saling mengunjungi, dan saling memberi. Persaudaraan antara sesama
manusia sampai kapanpun selalu berlangsung dan tidak seorang pun yang
mengingkarinya, baik karena satu keyakinan maupun beda keyakinan.
Mencintai karena
Allah yaitu harus mencintai dengan kasih sayang, dan juga harus dengan sesuatu
yang diridhoi oleh Allah maka dari
itu sudah semestinya
manusia sebagai makhluk
sosial yang tidak bisa
hidup sendiri harus
saling tolong menolong, bergotong royong berbuat kebaikan
kepada sesama, sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Qur’an.
إِنَّمَا
ٱلۡمُؤۡمِنُونَ إِخۡوَةٞ فَأَصۡلِحُواْ بَيۡنَ أَخَوَيۡكُمۡۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ
لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ ١٠
Artinya: Orang-orang
beriman itu Sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah
hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu
mendapat rahmat.
Ketika seorang Muslim mencintai saudaranya maka munkin cintanya
tersebut merupakan cinta yang dihasilkan dari cintanya pada Allah sebagaimana
hadis:
لا يؤمنُ أَحدُكم
حتَّى يحبَّ لأَخيهِ ما يحبُّ لنفسهِ
Bahwa seorang Muslim
tidak dikatakan beriman kepada Allah sampai ia mencintai saudaranya sama dengan
cintanya pada dirinya sendiri, dari hadits ini menunjukkan bahwa seorang muslim
mencintai muslim lainnya karena ia mencinta Allah. Tapi apakah cintanya manusia
pada perhiasan dunia karena sebab ia mencintai Allah? Dalam Al-Qur’an
dijelaskan beberapa ayat tentang cinta manusia pada perhiasan dunia dengan cara
“peringatan atau ancaman”. Adapun ayat-ayatnya adalah sebagai berikut:
لَا يَغُرَّنَّكَ تَقَلُّبُ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ فِي ٱلۡبِلَٰدِ ١٩٦
مَتَٰعٞ قَلِيلٞ ثُمَّ مَأۡوَىٰهُمۡ جَهَنَّمُۖ وَبِئۡسَ ٱلۡمِهَادُ ١٩٧
Artinya:
Janganlah sekali-kali kamu terperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak
di dalam negeri. Itu hanyalah kesenangan sementara, Kemudian tempat tinggal
mereka ialah jahannam; dan Jahannam itu adalah tempat yang seburuk-buruknya.
قُلۡ مَتَٰعُ ٱلدُّنۡيَا قَلِيلٞ وَٱلۡأٓخِرَةُ
خَيۡرٞ لِّمَنِ ٱتَّقَىٰ وَلَا تُظۡلَمُونَ فَتِيلًا ٧٧
Artinya:
Katakanlah: "Kesenangan di dunia Ini Hanya sebentar dan akhirat itu lebih
baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun.
وَلَا تَمُدَّنَّ عَيۡنَيۡكَ إِلَىٰ مَا مَتَّعۡنَا بِهِۦٓ أَزۡوَٰجٗا مِّنۡهُمۡ زَهۡرَةَ ٱلۡحَيَوٰةِ
ٱلدُّنۡيَا لِنَفۡتِنَهُمۡ فِيهِۚ وَرِزۡقُ رَبِّكَ خَيۡرٞ وَأَبۡقَىٰ ١٣١
Artinya: Dan
janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang Telah kami berikan kepada
golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk kami cobai
mereka dengannya. Dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal.
وَمَآ أُوتِيتُم مِّن شَيۡءٖ فَمَتَٰعُ ٱلۡحَيَوٰةِ
ٱلدُّنۡيَا وَزِينَتُهَاۚ وَمَا عِندَٱللَّهِ خَيۡرٞ وَأَبۡقَىٰٓۚ أَفَلَا
تَعۡقِلُونَ ٦٠
Artinya: Dan apa saja yang diberikan kepada kamu, Maka
itu adalah kenikmatan hidup duniawi dan perhiasannya; sedang apa yang di sisi
Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. Maka apakah kamu tidak memahaminya?
Semua ayat di
atas mengindikasikan bahwa manusia dituntut untuk meninggalkan hal-hal yang
bersifat perhiasan dunia namun dalam beberapa ayat yang lain Allah Ta’ala juga
menjelaskan untuk berinteraksi, berdagang dengan perhiasan-perhiasan dunia
sebagaimana firmannya:
قُلۡ مَنۡ حَرَّمَ زِينَةَ ٱللَّهِ ٱلَّتِيٓ أَخۡرَجَ لِعِبَادِهِۦ
وَٱلطَّيِّبَٰتِ مِنَ ٱلرِّزۡقِۚ قُلۡ هِيَ لِلَّذِينَ ءَامَنُواْ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ
ٱلدُّنۡيَا خَالِصَةٗ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِۗ كَذَٰلِكَ نُفَصِّلُ ٱلۡأٓيَٰتِ لِقَوۡمٖ يَعۡلَمُونَ ٣٢
Artinya:
Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang Telah
dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan)
rezki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi
orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di
hari kiamat." Demikianlah kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang
yang Mengetahui.
هُوَ ٱلَّذِي خَلَقَ لَكُم
مَّا فِي ٱلۡأَرۡضِ جَمِيعٗا … ٢٩
Artinya:
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تُحَرِّمُواْ طَيِّبَٰتِ مَآ
أَحَلَّ ٱللَّهُ لَكُمۡ وَلَا تَعۡتَدُوٓاْۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُعۡتَدِينَ ٨٧
Artinya: Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang Telah
Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.
Dari penjelasan
ini seakan kedua penjelasan mengenai “perhiasan dunia” ada perselisihan, satu
sisi dituntut untuk meninggalkannya, sisi yang lain membolehkan untuk berurusan
dengannya atau mencarinya. Salah satu cara untuk menjauhi kesalah fahaman di
atas karena tidak munkin ayat-ayat Al-Qur’an mengalami kontradiksi antar ayat,
maka yang dimaksud adalah manusia boleh untuk berurusan atau berinteraksi
dengan perhiasan dunia dengan sebab dharuri yakni kebutuhan pada dunia
itu sampai pada batasan mudharot sehingga mau tidak mau harus menggunakan atau
berinteraksi dengannya kemudia karena sebab haji yakni dalam
berinteraksi dengan hal-hal yang berhubungan dengan dunia hanya sekedar
kebutuhan dalam kehidupan, baik dalam syara’ untuk digunakan dan yang terakhir
adalah tahsini yakni sesuatu yang dinilai baik menurut adat, namun tidak
dibutuhkan,
bukan karena kebergantungannya pada dunia atau sangat mencintai dirinya
terhadap dunia. Namun menjadi hal
yang harus diperhatikan bahwa mencintai dunia merupakan langkah pertama bagi
seseorang untuk melakukan kesalahan.
Rasullullah juga bersabda:
حَدَّثَنَا عَبْدُ
اللَّهِ، أَخْبَرَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ الْقَوَارِيرِيُّ، حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ
هِشَامٍ، حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ بُدَيْلِ بْنِ مَيْسَرَةَ، حَدَّثَنِي جَعْفَرُ بْنُ
جِرْفَاسَ أَنَّ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ قَالَ: «رَأْسُ الْخَطِيئَةِ حُبُّ الدُّنْيَا،
وَالنِّسَاءُ حِبَالَةُ الشَّيْطَانِ، وَالْخَمْرُ مِفْتَاحُ كُلِّ شَرٍّ»
Artinya: permulaan kesalahan adalah cinta dunia, wanita adalah
jerat setan dan khomr adalah kunci setiap kejelekan.
D.
Kesimpulan
Dari kajian yang sudah penulis teliti maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1.
Pengertian
cinta merurut Al-Buti tidak jauh beda dengan pengertian ulama lainnya apabila cinta
tersebut disandarkan pada pengertian cinta manusia, namun Al-Buti membedakan
antara pengertian cinta yang dinisbatkan pada manusia dan cinta yang
dinisbatkan pada Allah. Perbedaannya terletak pada cinta Allah tidak bisa
disamakan dengan cinta manusia karena apabila pengertian tersebut disamakan
maka hal ini menimbulkan suatu pemahaman yang salah yaitu tidak ada bedanya
Allah dengan Manusia atau antara Khaliq dan Makhluq, dan pemahaman seperti ini
sangat muhal adanya, karena tidak munkin sama antara cinta Allah dan manusia
seperti halnya tidak munkin sama antara sifat Allah dan Manusia.
2.
Cinta Allah pada
makhluk-nya tersimpan pada kata takrim dalam Al-Qur’an yaitu tidak
munkin Allah memuliakan manusia apabila tidak mencintainya.
3.
Cinta manusia
pada Allah diambil dari ayat Allah yang menceritakan tentang dialog Allah
dengan ruh manusia “alastu bi robbikum?”.
4.
Cinta manusia
pada manusia terletak pada ketetapan Allah bahwa manusia diciptakan dalam
nalurinya untuk mencintai (Wanita, anak-anak dan lain sebagainnya) Dan beberapa
ayat lainnya.
5.
Konsep cinta
Allah pada manusia terletak pada manusia itu sendiri yaitu apabila manusia taat
pada ajaran Allah (mengikuti perintahnya dan menjauhi larangannya) maka Allah
akan semakin mencintainya, dan semakin mencintainya lagi apabila manusia itu
menegerjakan hal-hal yang merupakan kesunnahan. Namun sebaliknya apabila
manusia ingkar dari perintahnya maka ia akan semakin jauh darinya dan semakin
tipis cintanya.
6.
Konsep cinta
manusia pada Allah yaitu dengan mendekatkan diri pada Allah dan mengerjakan
yang memang merupakan kewajiban dan kesunnahan menjaga diri dari barang yang
haram dan duduk dalam majlis ilmu bersama orang-orang sholeh dan mempunyai
waktu khusus untuk bermunajat pada Allah.
7.
Konsep cinta
manusia pada manusia yaitu memenuhi haq-haq seorang manusia itu sendiri, diantaranya
adalah saling tolong menolong baik dalam masalah agama ataupun dunia, saling
menjaga dari berbagai macam masalah dan saling silaturrahim.
E.
Saran
Berdasarkan penjelasan Dr. Muhammad said romadhon Al-Buti tentang
cinta maka sepatutnya bagi kita sebagai manusia beragama untuk merealisasikan
cinta di era modern ini dengan beberapa penjelasan di atas, seperti cinta
karena Allah, tidak mencintai sesuatu melibihi cintanya pada Allah dll.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Buti. Muhammad Said Romadhon, Al-Hubbu
Fil Qur’an. (Demaskus: Dar Al-Fikr.2011).
Muhammad Nasiruddin. Abu Abdurrohman,
Mukhtasor Shoheh Imam Bukhori, Maktabah As-Syamilah.
At-Tontowi. Ali Bin Mustofa, Ta’rif
Al-Am Bi Din Al-Islam, (Jiddah: Dar Al-Munaroh,1989).
As-Sulthan. Naji Bin Dail, Dalil Ad
Da’iyah, (Dar Toyyibah Al-Khudro’).
Rumi. Jalaluddin, Fihi Ma Fihi
Mengarungi Samudera Kebijaksanaan. Terj. Abdul Latif (Yogyakarta: Forum,
2016).
Al-Ansori Imam
Zakariya, Ghayah Al-Wushul Sarh Lubb Al-Ushul, (Surabaya: Al-Hida)