Senin, 08 Maret 2021

Semua Perbuatan Tergantung Niatnya

الأمور بمقا صدها

Semua Perbuatan Tergantung Niatnya

niat


إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيِهِ

Sesungguhnya segala amalan itu tidak lain tergantung pada niat; dan sesungguhnya tiap-tiap orang tidak lain (akan memperoleh balasan dari) apa yang diniatkannya. Barangsiapa hijrahnya menuju (keridhaan) Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya itu ke arah (keridhaan) Allah dan rasul-Nya. Barangsiapa hijrahnya karena (harta atau kemegahan) dunia yang dia harapkan, atau karena seorang wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya itu ke arah yang ditujunya.”

Semua pekerjaan manusia akan bernilai ibadah dengan syarat adanya niat karena apabila niat tidak disyaratkan dalam sebuah ibadah maka ibadah tersebut tidak ada bedanya dengan kebiasaan manusia (adat) seperti mandi besar dan mandi biasa, jika tidak  disyaratkan niat maka mandi besar dan mandi biasa sama saja. Ulama mengatakan bahwa niat ada mempunyai beberapa jalan:

1.      Syarat: Adapun syarat niat adalah tamyisnya orang yang berniat, islam, dan mengetahui pada niatnya, begitu juga menghilangkan sesuatu yang bisa menghilangkan ibadah. Seperti murtad dipertengahan sholat atau di awal takbirotul ihrom namun dalam masalah memutus niat (bukan memutus dengan murtad) dalam wudhu, puasa dan I’tikaf tidak membatalkan pekerjaan tersebut, begitu juga orang yang ragu didalam memutus sholat maka sholatnya batal dikecualikan dalam puasa dan wudhu’.

·         Niatnya orang yang bersumpah

Adapun niat dalam masalah sumpah maka niat akan menjadi penghusus dari lafadz yang umum, dan niat tidak tidak bisa mengumumkan lafadz yang khos (tentu). Contoh yang pertama yaitu seperti orang yang mengatakatan “demi Allah saya tidak akan berbicara dengan siapapun” namun dalam hatinya dimaksudkan pada “zaid” contoh yang kedua “ demi allah saya tidak akan minum air karena haus” maka orang tersebut tidak dihitung melanggar sumpah dengan meminum air karena selain haus. Karena kalimat sumpah yang diucapkan menunjukkan kekhususan.

·         Niat menentukan sebuah ibadah yang mempunyai kesamaan

Disyaratkan menentukan ibadah yang sama (diantara beberapa ibadah) seperti sholat ketika kakbirotul ihrom maka orang yang sholat wajib menentukan sholatnya dalam beberapa hal seperti menentukan sholat dhuhur atau subuh, farduh atau sunnah, qabliyah atau bai’diyah. Begitu juga ibadah yang membutuhkan niat fardhu maka menentukan ibadah tersebut juga wajib.dikecualikan dalam permasalahan tayammum (tidak wajib merniat farduh).

·         Penyebutan ibadah secara terperinci

Kewajiban menentukan ibadah tidak bersifat terperinci sehingga apabila ada orang yang sholat dengan menentukan sholat tersebut secara detail dan salah maka sholatnya batal. Seperti sholatnya makmum pada imam yang dikira Zaid dan ternyata salah maka sholatnya batal. Dikecualikan dalam permasalahan mandi besar yang diragukan (apakah ia hadas besar atau kecil) kemudian ia mandi besar disertakan dengan membasuh empat anggota wudhu’ maka niat mandi besarnya tersebut tidak membatalkan.

·         Melafadzkan ada’ dan qadha’ dalam sholat

Diwajibkan menyebut dalam sholat terhadap farduh namun menyebutkan ada’ dan qadha’ tidak wajib atas pendapat yang ashoh beda halnya dengan pendapat imam haromain yang berpendapat wajib menyebutkan ada’ dan qadha’. Tidak wajib menyebutkan niat farduh dalam puasa karena puasa tidak akan terjadi dari orang yang baligh kecuali farduh beda halnya dengan sholat. Begitupun dalam masalah wudhu’.

·         Mewakilkan niat

Secara mutlaq tidak boleh mewakilkan niat menurut ibnu qash. Namun ada yang berpendapat bahwa mewakilkan niat itu boleh apabila niat dipersatukan dengan ibadah. Seperti pembagian zakat, penyembelihan kurban, puasa atas mayyit dan haji.

Niat harus didasarkan dengan keikhlasan, murni hanya karena Allah. Namun ada pengecualian dalam berniat pada dua hal (tasyrik)  yaitu niatnya orang yang sholat tahiyyat al-masjid dan niat farduh atau kesunnahan-kesunnahan yang lain.

·         Ibadah yang tidak harus menggunakan niat

 Ada niat yang tidak disyaratkan dalam sebuah ibadah yaitu ibadah yang tidak serupa atau sama dengan kebiasaan manusia, seperti Iman, takut, berharap, niat (tidak diwajibkannya niat dalam niat agar tidak terjadi tasalsul), begitu pula dalam hal-hal yang berhubungan dengan meninggalkan sesuatu yang tidak membutuhkan niat seperti meninggalkan zina, meminum khamr dan meninggalkan sesuatu yang dihukumi makruh.

2.      Cara berniat:  semua ibadah mempunyai masing-masing cara berniat. Seperti niat dalam sholat, wudhu, haji, puasa dan zakat.

3.      Waktu niat: niat dilaksanakan bersamaan dengan  awal ibadah, seperti dalam wudhu’ maka niatnya adalah ketika membasuh muka, dalam sholat maka niatnya adalah ketika Takbirotul Ihrom pada pengucapan hamzah (الله اكبر) sampai pada akhir kalimat tersebut, namun pendapat yang terpilih seperti yang dikatakan oleh imam Al-Ghazali adalah seseorang yang berniat dalam sebuah ibadah cukup melangsungkan niat secara ‘uruf  yakni melangsungkan niat di awal atau di akhir sekiranya orang tersebut sudah bisa dikatakan istihdar atau hadir dalam sholat menurut kalangan ‘awam.

4.      Tujuan niat: membedakan kebiasaan dengan ibadah. Seperti membasuh muka dan berwudhu’, apabila dalam hatinya didasarkan niat menghilangkan hadas dan sejenisnya maka pekerjaan tersebut terhitung ibadah tapi apabila dalam hatinya tidak didasarkan niat (hanya membasuh saja) maka tidak terhitung ibadah.

5.      Tempat niat: tempatnya niat adalah dalam hati sehingga seseorang yang hanya melafadzkan atau mengucapkan niat tanpa menanamkan dalam hati maka niatnya sia-sia, namun melafadzkan niat dianjurkan tanpa menghilangkan niat dalam hati. Seseorang yang berniat dalam hatinya sholat dhuhur dan dalam pengucapannya sholat ashar maka sholat yang dihitung adalah sholat dhuhur karena prioritas yang diambil ketika niat hati dan ucapan berbeda maka yang diambil adalah hati.

 

 

Refrensi:  Syarhu Faroid Al-Bahiyyah Fi Nadmi Qawaid Al-Fiqhiyah Li Syaikh Abi Bakr Bin Abi Al-Qasim Al-Ahdal Al-Yamani As-Syafi’i


Minggu, 28 Februari 2021

Keutamaan Membaca Al-Qur’an

 

Keutamaan Membaca Al-Qur’an

Keutamaan A-Qur'an


Allah Berfirman:

إِنَّ ٱلَّذِينَ يَتۡلُونَ كِتَٰبَ ٱللَّهِ وَأَقَامُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَأَنفَقُواْ مِمَّا رَزَقۡنَٰهُمۡ سِرّٗا وَعَلَانِيَةٗ يَرۡجُونَ تِجَٰرَةٗ لَّن تَبُورَ ٢٩ لِيُوَفِّيَهُمۡ أُجُورَهُمۡ وَيَزِيدَهُم مِّن فَضۡلِهِۦٓۚ إِنَّهُۥ غَفُورٞ شَكُورٞ ٣٠  

Artinya:  Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anuge- rahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.

عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : خيركم من تعلم القرآن وعلمه ) رواه البخاري)

Paling baiknya kalian adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.

 وعن عائشة رضي اللَّه عنها قالَتْ: قالَ رسولُ اللَّهِالَّذِي يَقْرَأُ القُرْآنَ وَهُو ماهِرٌ بِهِ معَ السَّفَرةِ الكِرَامِ البَرَرَةِ، وَالَّذِي يقرَأُ القُرْآنَ ويَتَتَعْتَعُ فِيهِ وَهُو عليهِ شَاقٌّ لَهُ أَجْران متفقٌ عَلَيْهِ.

Orang yang pintar membaca Al-Qur’an maka keberadaannya di akhirat akan bersama para malaikat yang mulia, sedangkan perempumaan orang yang membaca Al-Qur’an dengan tekun dan ia mengalami kesulitan atasnya maka dia akan mendapatkan dua pahala.

 

عن أبي موسى الأشعري -رضي الله عنه- عن النبي -صلى الله عليه وسلم- قال: «مثَلُ المؤمن الذي يقرأ القرآن مَثَلُ الأُتْرُجَّةِ: ريحها طيب وطعمها طيب، ومَثَل المؤمن الذي لا يقرأ القرآن كمَثَلِ التمرة: لا ريح لها وطعمها حُلْوٌ، وَمَثل المنافق الذي يقرأ القرآن كمثل الريحانَة: ريحها طيب وطعمها مُرٌّ، وَمَثَل المنافق الذي لا يقرأ القرآن كمثل الحَنْظَلَةِ: ليس لها ريح وطعمها مُرٌّ».

Dari Abu Mūsa Al-Asy'ari -raḍiyallāhu 'anhu-, dari Nabi - ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, beliau bersabda, "Perumpamaan Mukmin yang membaca Al-Qur`ān seperti buah utrujah (sejenis jeruk), baunya harum dan rasanya enak. Perumpamaan Mukmin yang tidak membaca Al-Qur`ān seperti buah kurma, tidak berbau tetapi manis rasanya. Perumpamaan orang munafik yang membaca Al-Qur`ān seperti raiḥānah (sejenis kemangi), baunya harum tapi pahit rasanya. Sedangkan perumpamaan orang munafik yang tidak membaca Al-Qur`ān seperti hanẓalah (sejenis labu pahit), tidak berbau dan pahit rasanya."  

هذا الحديث رواه مسلم وأحمد في المسند وابن ماجه والدارمي ولفظه " إن الله يرفع بهذا الكتاب أقواماً ويضع به آخرينوفي رواية الدارمي " إن الله يرفع بهذا القرآن..." 

Sesungguhnya allah akan memuliakan dengan kitab ini terhadap sebagian orang dan merendahkan sebagian yang lain.

rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah bersabda:

اقرأوا القرآن فإنه يأتي يوم القيامة شفيعا لأصحابه

“Bacalah Al Qur’an, karena ia akan datang pada hari kiamat sebagai syafa’at bagi Shahibul Qur’an” – (HR. Muslim  804).

 

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْقُرْآنَ فَهُوَ يَقُومُ بِهِ آنَاءَ اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ... 

Tidak boleh hasad kecuali dalam dua hal: Sesorang yang dianugrahkan oleh Allah Al-Qur’an lalu ia membacanya sepanjang siang dan malam.


مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُولُ الم حرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ

“Siapa yang membaca satu huruf dari Al Quran maka baginya satu kebaikan dengan bacaan tersebut, satu kebaikan dilipatkan menjadi 10 kebaikan semisalnya dan aku tidak mengatakan “alif lam mim” satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Laam satu huruf dan Miim satu huruf”

هذا الحديث روي من حديث أبي سعيد الخدري ، وعمر بن الخطاب ، وجابر بن عبدالله ، وحذيفة ، وأنس ، رضي الله عنهم .
-
أما حديث أبي سعيد : فرواه الترمذي (2926) ، والدارمي (3356) ولفظه : ( مَنْ شَغَلَهُ الْقُرْآنُ عَنْ ذِكْرِي وَمَسْأَلَتِي أَعْطَيْتُهُ أَفْضَلَ مَا أُعْطِي السَّائِلِينَ.

Dari Abu Sa’id r.a. berkata, Rasulullah saw. Bersabda, “Allah berfirman, ‘barang siapa yang disibukan oleh al Qur’an daripada berdzikir kepada-Ku dan memohon kepada-Ku, maka Aku berikan kepadanya sesuatu yang lebih utama daripada yang Aku berikan kepada orang-orang yang memohon kepada-Ku”.

إن الذي ليس في جوفه شيئ من القرأن كالبيت الخرب

 

“ Sesungguhnya orang yang di dalam dirinya tidak ada Al-qur’an walaupun sedikit, dia itu seperti rumah yang telah usang” (HR. Tirmidzi no.2913, beliau berkata: hadits hasan)


يقال لصاحب القرآن اقرأ وارتق ورتل كما كنت ترتل في الدنيا فإن منزلتك عند آخر آية تقرأ بها (والحديث صححه الألباني في السلسلة الصحيحة، 5/281 ، برقم 2240

“Dikatakan kepada pemilik Al-Qur’an, bacalah dan mendakilah. Bacalah dengan tartil sebagaimana engkau membaca secara tartil di dunia. Karena kedudukanmu di akhir ayat yang engkau baca.” (Hadits ini dishahihkan oleh Al-Albany dalam As-silsilah As-Shahihah, 5/281 no. 2240)

عَنْ مُعَاذٍ الْجُهَنِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قَالَ :                                                      

مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ وَعَمِلَ بِمَا فِيهِ، أُلْبِسَ وَالِدَاهُ تَاجًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ، ضَوْءُهُ أَحْسَنُ مِنْ ضَوْءِ الشَّمْسِ فِي بُيُوتِ الدُّنْيَا، لَوْ كَانَتْ فِيكُمْ فَمَا ظَنُّكُمْ بِالَّذِي عَمِلَ بِهَذَا. رواه أبو داود

Mu’az al-Juhani ra berkata: Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa membaca al-Qur’an dan mengamalkan apa yang terdapat di dalamnya, maka pada hari kiamat nanti, kedua orangtuanya akan dipakaikan mahkota yang cahayanya lebih indah daripada cahaya matahari yang menyinari rumah-rumah kalian. Kalaulah hal itu terjadi pada diri kalian, bagaimana halnya terhadap yang mengerjakannya

 Dari Aisyah Radhiyallohu ‘anha, katanya: Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الذي يقرأ القرآن وهو ماهر به مع السفرة الكرام البررة والذي يقرأ القرآن وهو يتتعتع فيه وهو عليه شاق له أجران رواه البخاري وأبو الحسين مسلم بن الحجّاج ابن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحهما(

Artinya: “Orang yang membaca Al-Qur’an dengan mahir maka bersama dengan malaikat yang mulia lagi baik. Sedangkan orang yang membaca Al-Qur’an, tetapi dia tidak mahir, membacanya tertegun-tegun dan nampak agak berat lidahnya, dia akan mendapat dua pahala.” (Riwayat Bukhari dan Abul Husain Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim Al-Qusyairy An-Naisabury dalam dua kitab Shahih mereka).

 

 refrensi :at-tibyan fi adabi hamlati Al-Qur'an

 

Jumat, 05 Februari 2021

Hukum Menikahi Pezina

Hukum Menikahi Pezina

pernikahan


Ada dua pendapat Ulama’ mengenai masalah ini:

1.      haram, pendapat ini dikemukakan oleh Ali, Al-Barra’, Aisyah, Ibnu Mas’ud.

2.      boleh, pendapat ini dikemukakan oleh Abu Bakar, Umar, Ibnu Abbas. ini adalah pendapat jumhur. hal ini juga sependapat dengan aimmatul mujtahidin (Imam Syafi’i, Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Ahmad).

Dalil pendapat yang pertama:

ٱلزَّانِي لَا يَنكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوۡ مُشۡرِكَةٗ وَٱلزَّانِيَةُ لَا يَنكِحُهَآ إِلَّا زَانٍ أَوۡ مُشۡرِكٞۚ

Artinya: Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik.

Ayat ini secara dhahir adalah kalam khobar (memberi kabar), tapi subtansinya adalah nahi (larangan) dan haram dengan dalil lanjutan ayat di atas:

وَحُرِّمَ ذَٰلِكَ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ٣

Artinya: dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin

Sayyidina Ali pernah berkata: apabila seorang laki-laki berzina maka dipisahkan antara dia dan istrinya begitupun sebaliknhya.

Mereka juga berpedoman pada consensus

 Di masa Rasulullah dimana seorang sahabat bernama Martsad Bin Abi Martsad Al-Ghanawy meminta idzin pada rasulullah untuk menikahi perempuan pelacur bernama ‘Anaq kemudian rasulullah diam sampai turunya ayat di atas kemudian Rasulullah melarangnya.

Adapun dalil dari pendapat jumhur adalah:

حديث عائيشة ان الرسول سئل عن رجل زنى بامرأة واراد ان يتزوجها فقال: اوله سفاح وآخره نكاح، والحرام لا يحرم الحلال

Hadis Aisyah bahwa rasulullah ditanya tentang seorang laki-laki yang berzina dengan seorang perempuan dan ia ingin menikahinya. Maka rasulullah berkata: Awalnya pelacur dan diakhiri dengan nikah, sesuatu yang haram tidak mengharamkan yang halal.

ما روي عن ابن عمر أنه قال: بينما ابو بكرالصديق في المسجد اذ جاء رجل فلاث عليه لوثا من كلام وهو دهش فقال لعمر: قم فانظر في شئنه فإن له شئنا، فقام اليه عمر فقال: ان ضيفا ضافه فزنى بابنته، فضرب عمر في صدره وقال: قبحك الله ألاسترت على ابنتك؟ فأمر بهما أبوبكرفضرب الحد، ثم زوج أحدهماالآخر وغربهما حولا.

Setelah kedua pezina dihad (sanksi) maka dinikahkan dan diasingkan selama satu tahun.

وروي عن ابن عباس أنه سئل عن ذلك فقال: اوله سفاح وأخره نكاح، ومثل ذلك كمثل رجل سرق من حائط ثمره، ثم أتى صاحب البستان فاشترى منه ثمره، فما سرق حرام،وما اشترى  حلال.

Diriwayatkan dari ibnu Abbas bahwa beliau ditanya tentang permasalahan pernikahan pezina dan beliau menjawab: Awalnya pelacur dan diakhiri dengan nikah, perumpamaan hal tersebut seperti seorang yang mencuri

وتأولو الاية الكريمة (الزاني لاينكح الازانية) بأنها محمولة على الأعم والأغلب ومعنهاان الفاسق الخبيث الذي من شئنه الزني والفسق لايرغب في نكاح المؤمنة الصالحة من النساء وانما يرغب في فسيقة خبيثة مثله اوفي مشركة، والفاسقةالخبيثة لايرغب في نكاحها       الصالح المؤمن من الرجال وانما يرغب فيها الذي هو من جنسها من  الفسقة والمشركين فهذا على الأعم الأغلب.

وقال بعضهم: إن الآية منسوخة نسختها الآية في سورة النور: (وانكحواالأيمى منكم) والزانية ((من الأيامى)) مفصلا إن شاءالله فارجع اليه هناك والله يتولاك.

Mayoritas ulama mentakwilkan ayat (الزاني لاينكح الازانية) bahwa ayat tersebut diarahkan atas keumuman dan kebiasaan, artinya pada u

mumnya (kebiasaanya) seorang yang fasiq (pelaku zina) hanya menyukai pada orang yang serupa dengannya ( fasiq dan musrik), inilah yang dimaksud dengan umum dan kebiasaan (kaprah).

Dan sebagian dari ulama berkata: sesungguhnya ayat ini dinasakh dengan ayat lain yaitu ayat (وانكحواالأيمى منكم).

Refrensi: kitab Ayatul Ahkam karya syaikh Muhammad Ali ‘As-sobuni. Juz 2 Muhadharah pertama.

 

 

 

 


Selasa, 02 Februari 2021

Cinta dalam Al-Qur’an perspektif Muhammad said romadhan Al-Buti

 

“Cinta dalam Al-Qur’an perspektif Muhammad said romadhan Al-Buti”

A.    Pendahuluan

Dunia adalah tempat singgah bagi manusia menuju akhir dari sebuah tujuan yang dijanjikan yaitu akhirat, dan dalam persinggahan tersebut manusia tidak bisa lepas dengan bersosial yang harus ditanami di dalamnya rasa kasih sayang dan saling mencintai untuk bisa bertahan hidup dengan nyaman dan aman, karena pada fitrahnya manusia suka pada sebuah keindahan, dan keindahan dalam bersosial adalah dengan mencintai dan dicintai.

Tidak bisa dipungkiri bahwa kita hidup di abad 20 ini semakin terkikis Undestanding terhadap cinta, lebih sentralnya pada kaum remaja karena aplikasi yang mereka realisasikan hanya cenderung pada sebuah kebutuhan biologis dirinya semata, hal ini terbukti dengan adanya sebuah fakta seperti seks bebas dan lain sebagainya. Adanya fakta ini menunjukkan bahwa pemahaman cinta sudah mulai terkikis, seandainya cinta ini tidak terkikis maka mereka tidak melakukannya, sebab ada cinta yang lebih tinggi yang menyatu dalam jiwanya yaitu cinta Allah, ketika seseorang sudah mencintai Allah maka semua yang Allah perintahkan dan yang dilarang akan diikutinya, sangat disayangkan juga ketika pemahaman cinta disalah fahamkan dalam lingkup sosial, kita juga tidak bisa mengelak bahwa di mata public masyarakat ini masih belum bisa begitu acuh pada sesamanya, walaupun tidak semuanya seperti itu tapi mayoritas sudah merupakan ukuran, maka mau tidak mau harus dipermasalahkan. Factor ketidak acuhan mereka tidak lain hanyalah kesalahan dalam memahami cinta, seandainya mereka faham terhadap love maka tidak menutup kemunkinan mereka akan merealisasikan di depan public atau non-public dengan benar, seperti halnya menolong yang miskin, tertindas, ramah seperti keramahan penjaga Indo-mart ketika sedang bekerja. Dalam Islam semuanya sudah ada aturan dan batasannya seperti firman Allah swt:[1]

أَشِدَّآءُ عَلَى ٱلۡكُفَّارِ رُحَمَآءُ بَيۡنَهُمۡۖ [2]

Artinya: dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.

Dan rasulullah juga bersabda:

"مثل المؤمنين في توادهم وتراحمهم، وتعاطفهم مثل الجسد الواحد إذا اشتكى منه عضو تداعى له سائر الجسد بالسهر والحمى"

Artinya: Perupamaan seorang mukmin dalam saling mencintai, kasih sayang dan saling menaruh simpati seperti badan yang satu, ketika sakit salah satu anggotanya maka datang anggota badannya yang lain untuk menjaga dan melindunginya.

Selain itu manusia dituntut untuk saling mencintai dalam sebuah keluarga, mencintai ibu, ayah, anak, saudara dan kerabat lainnya untuk mencapai sebuah ketenangan, dan mencintai pasti membutuhkan pengorbanan seperti mengorbankan jiwa hingga pengorbanan yang harus menggunakan harta, sebuah kisah yang sangat fameliar di telinga kita yang sangat mengunggah jiwa dengan berbagai pengorbanan yang dikorbankan oleh qois (majnun) untuk laila. Di sini penulis akan mengutip sedikit kisah mereka berdua dari buku Fihi Ma Fihi karyanya Maulana Rumi.[3]

Seorang khalifah mendatangi majnun dan bertanya padanya; “apa yang terjadi padamu sehingga engkau jadi begini?, Kau sudah memalukan dirimu sendiri, kau pergi dari rumahmu, kau menjadi hancur dan hilang, siapa itu laila? Bagaimana kecantikannya?, Akan kutunjukkan perempuan-perempuan yang cantik dan menarik, akan kujadikan mereka sebagai penyelamat kegilaanmu”.

Ketika perempuan-perempuan itu tiba, majnun dipersilahkan melihat mereka tapi majnun hanya menunduk.

“ angkat kepalamu dan lihatlah wahai majnun…..” kata khalifah.

“aku takut,” jawab majnun “ cintaku pada laila adalah pedang yang terhunus. Jika aku angkat kepalaku, pedang itu akan menebas perempuan-perempuan itu.”

Sekilas cerita di atas adalah sebuah cinta yang Amazing, dimana seorang majnun mencintai laila dengan sepenuhnya, jiwanya melebur pada sosok wanita yang dia cintai, fikirannya hanyalah laila, pandangannya hanyalah laila dan perjalanannya hanya terlantun syair-syair tentang laila, karena terkadang cinta menjadi sebuah motivasi dan terkadang pula cinta akan membuat seseorang terjebak dalam cinta yang tidak diridhoi, maka celaka bagi orang yang terjebak dalam cinta yang tidak diridhoi, karena ia akan menghancurkan hidupnya, sebab seseorang apabila dimabuk cinta maka tidak ada yang ia fikirkan kecuali yang ia cintai, itulah cinta pada manusia.

Lebih urgen lagi mencintainya seorang hamba pada rob-Nya yaitu Allah SWT maka seharusnya seorang hamba lebih mencintai dari pada sekedar cintanya majnun pada laila dan bukan hanya untuk bersosial dan mencari kesenangan biologis dengan istri saja, dan juga bukan hanya untuk mencari ketenagan ketika berkumpul dengan keluarga, tapi harus dengan melebihi semua pengorbanan dari manusia untuk manusia maka apabila mencintai makhluq Allah begitu besar pengorbanannya, maka mencintai khaliq harus lebih besar pula pengorbanannya, karena mencintai Allah adalah sebuah tujuan akhir dan merupakan derajat yang paling tinggi. Mencintai Allah yang sebenarnya bukan dengan sekedar syair cinta padaNya atau sangat mencintaiNya namun mencintainya dengan cara mengikuti perintahNya dan lebih mengutamakan keridhoanNya dari pada mengikuti hawa nafsunya dan mengikuti rosulnya sebagaimana firman Allah swt:

قُلۡ إِن كُنتُمۡ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِي يُحۡبِبۡكُمُ ٱللَّهُ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٞ ٣١

Artinya: Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.[4]

Mengikuti rosulullah merupakan sebuah tanda bahwa seorang hamba mencintaiNya,[5] namun ada sebagian orang yang ingkar pada tingkatan ini yaitu orang orang yang tidak percaya pada sebuah cinta yang begitu melebihi dari pada manusia itu sendiri, dan keingkaran ini dijawab oleh imam Al-Ghazali dengan firman Allah Dan Hadis Rasulullah yaitu:

وَٱلَّذِينَءَامَنُوٓاْ أَشَدُّ حُبّٗا لِّلَّهِۗ

Artinya: adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.[6]

يُحِبُّهُمۡ وَيُحِبُّونَهُۥ

Artinya: Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya.[7]

لا يؤمن أحدكم حتى يكون الله ورسوله أحب إليه من اهله وماله والناس اجمعين.

Artinya: seseorang tidak dikatakan beriman sampai dia lebih mencintai Allah dan rasulnya melebihi cintanya pada keluarganya, hartanya, dan semua manusia.

Dan dalam sebuah hadis juga diceritakan bahwa ketika Nabi Ibrohim As didatangi malaikat maut untuk mncabut nyawanya, beliau berkata pada malaikat maut: apakah ada kekasih yang akan membunuh kekasihnya?, kemudian Allah memberikan wahyu padanya: apakah kamu melihat seorang kekasih tidak suka untuk bertemu dengan kekasihnya?, kemudian Nabi Ibrohim berkata pada malaikat maut: malaikat maut, ambil nyawaku sekarang.

Rasulullah juga bersabda:

المرء مع من احب.

Artinya: “Seseorang akan bersama dengan yang dia cintai”.[8]

Selain cinta pada Allah SWT ada cinta yang datangnya dari Allah pada hambanya dengan cara Allah memuliakan manusia, memerintah malaikat untuk bersujud padanya dengan sujud penghormatan bukan sebagai penghambaan atau ibadah.[9]

Sebagaimana firmannya:

۞وَلَقَدۡكَرَّمۡنَابَنِيٓءَادَمَ وَحَمَلۡنَٰهُمۡ فِي ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ وَرَزَقۡنَٰهُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَفَضَّلۡنَٰهُمۡ عَلَىٰ كَثِيرٖ مِّمَّنۡ خَلَقۡنَا تَفۡضِيلٗا ٧٠

Artinya:  Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan.[10]

Selain itu Allah berfirman:

وَإِذۡقُلۡنَالِلۡمَلَٰٓئِكَةِٱسۡجُدُواْلِأٓدَمَ فَسَجَدُوٓاْ إِلَّآ إِبۡلِيسَ أَبَىٰ وَٱسۡتَكۡبَرَ وَكَانَ مِنَ ٱلۡكَٰفِرِينَ ٣٤

Artinya:  Dan (Ingatlah) ketika kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," Maka bersujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.[11]

فَإِذَاسَوَّيۡتُهُۥوَنَفَخۡتُفِيهِ مِن رُّوحِي فَقَعُواْ لَهُۥ سَٰجِدِينَ ٢٩

Artinya: Maka apabila Aku Telah menyempurnakan kejadiannya, dan Telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.[12]

Dari semua uraian di atas maka sangat menarik dan bermanfaat menurut penulis apabila mengkaji lebih mendalam tentang cinta dan hal hal yang berhubungan dengannya agar kita bisa mengetahui tentang cinta dari segala aspek  tentunya dengan cinta yang bernilai dan diridhoi oleh allah SWT, untuk itu maka penulis ingin mengkaji pemikiran Muhammad Said Romadhon Al-Buti tentang cinta.

B. Arti Cinta Secara Universal

Secara etemologi kata “cinta” berasal dari kata sanserkerta yaitu “citta” yang memiliki arti yang “selalu dipikirkan, disenangi, dikasihi”. Berangkat dari term ini, lantas dalam bahasa Indonesia kata cinta dapat berarti: suka sekali, saying sekali, etrpikat, ingin sekali, berhararap sekali, khawatir.[13]

Dalam bahasa arab cinta berarti Al-Maabbah, bentuk  masdar  dari  kata  kerja  ababa atau abba, yaubbu, ubban atau al-maabbah  yang berakar pada huruf a dan ba yang mempunyai tiga makna, yaitu a)  melazimi dan tetap, b) biji dari sesuatu yang memiliki biji dan c) sifat  keterbatasan. Pengertian pertama mengandung makna dengan melazimi sesuatu secara tetap akan menimbulkan keakraban yang kemudian membawa kepada persahabatan yang akhirnya dapat menimbulkan rasa cinta (al-maabbah) atau keinginan bersatu. Pengertian kedua banyak ditemukan dalam al-Quran seperti dalam Q.S. al-Baqarah/2: 261.

مَّثَلُ ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمۡوَٰلَهُمۡ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنۢبَتَتۡ سَبۡعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنۢبُلَةٖ مِّاْئَةُ حَبَّةٖۗ وَٱللَّهُ يُضَٰعِفُ لِمَن يَشَآءُۚ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ ٢٦١

Artinya: Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.

Makna “habbah” jika dinalisis dari segi fungsinya dapat dikatakan bahwa biji merupakan benih kehidupan tumbuh-tumbuhan, karena itu, al-maabbah dapat juga dikatakan sebagai benih kehidupan manusia yang tumbuh dalam hati, karena dapat memberi semangat dan motivasi, dengan kata lain bahwa dengan cinta semangat hidup seseorang dapat bertambah atau bangkit kembali. Hal ini dapat dilihat dalam pandangan Jalaluddin al-Rumi (604-672 H.) bahwa cinta dapat membangkitkan yang mati, dan meniupkan kehidupan  padanya, mengubah  yang  pahit  menjadi  manis, yang  sakit menjadi  sembuh, derita  menjadi  nikmat, kemarahan  menjadi  rahmat, dan penjara menjadi telaga. [14]

C.    Penafsiran Ayat-Ayat Cinta Perspektif Al-Buti

Dalam menguraikan penafsiran ayat-ayat cinta, penulis akan memaparkan beberapa ayat-ayat cinta dengan penafsiran Muhammad Said Romahon Al-Buti baik dengan kata langsung yakni menggunakan kata “hub” atau yang tidak menggunakan kata langsung yakni selain menggunakan kata “hub”, namun sebelum itu penulis akan menjelaskan pengertian cinta menurut beliau.

1.      Pengertian Cinta menurut Muhammad Said Romadhon Al-Buti

Cinta adalah kebergantungan hati kepada sesuatu sehingga menyebabkan kenyamanan di hati saat berada di dekatnya atau perasaan gelisah saat berada di jauhnya.[15]

Pengertian cinta ini adalah cinta yang biasa terjadi pada kalangan munusia pada manusia yang lain. Tapi pengertian ini tidak bisa dipahami bahwa cinta Allah sama dengan cintanya manusia, dalam arti bahwa cinta Allah bukanlah “senang apabila ada di dekatnya dan gelisah apabila jauh darinya”. Tapi pengertian tersebut disucikan dari Allah Azza Wajalla, dan juga bukan dimaksukan pada pentakwilan makna “al-huub” pada makna lainnya yang sudah ditetapkan oleh Allah pada hamba-hambanya. Seperti yang dikatakan oleh salah satu dari ulama "Cinta Allah pada manusia adalah ridho-Nya dan ampunan-Nya atau yang dikasud dengan “cinta allah pada makhluq-Nya adalah bentuk kemuliaan yang diberikan Allah pada manusia atas jenis manusia ) bukan atas dzatnya).[16]

Kedua pendapat di atas berbeda dengan pendapat ulama salaf karena pendapat yang pertama menggunakan cara menakwilkan makna “al-hubb” pada makna lainnya. Sedangkan pendapat yang kedua yaitu memaknai “al-hubb” dengan cara ta’thil, yaitu dengan cara menggunakan makna hakikat dari “al-hubb” itu sendiri. [17]

Jadi pengertian “cinta Allah pada manusia” yang dimaksudkan oleh Muhammad Said Romadhon Al-Buti adalah dengan cara dzat cinta itu sendiri yang diartikan dengan menisbatkan pada dzat Allah yang maha tinggi, baik arti dari tangan Allah, telinga Allah, dan lain sebagainya, pengertian ini adalah pendapat dari kalangan ulama salaf, Maka Allah mempunyai tangan, telingan dan singgah sana-Nya, seperti yang Allah maksud disertakan mensucikan dzat dan sifat-Nya dari keserupaan.[18]

Seperti yang disampaikan oleh Syekh Al-Islam:

"إنَّ سلفَ الأمَّةِ وأئمَّتَها كانوا على الإِيمان الذي بعثَ الله به نبيَّه -صلى الله عليه وسلم-، يصِفون الله بما وصَف به نفسَه، وبما وصَفَه به رسولُهُ من غير تحريفٍ، ولا تعطيلٍ، ومن غير تكييفٍ ولا تمثيلٍ، ويقولون: إنَّ القرآنَ كلامُ الله تعالى، ويصفونَ الله بما وصفَ به نفسَهُ، من التكليمِ، والمُناجاة، والمُناداةِ، وما جاءت به السُّنَنُ والآثارُ موافقةً لكتاب الله تعالى"[19]

Bahwa Allah Azza Wajalla mensifati dzatnya dengan sifat yang dimaksud oleh Allah dan rasulnya tanpa adanya pentahrifan, ta’thil, takyif dan tamtsil. Mereka mensifati bahwa kalam Allah SWT adalah berbicara, bermunajat, memanggil dan sifat-sifat yang ada pada hadits dan atsar yang cocok dengan Al-Qur’an dengan sifat yang dimaksudkan oleh Allah dan rosulnya.

Dari pendapat Al-Buti maka dapat dipahami bahwa Allah suci dari hal-hal yang menyerupai-Nya dari makhluq-Nya yakni pemahaman tentang cinta apabila dikaitkan pada Allah maka tidak bisa disamakan dengan pengertian cinta manusia sehingga beliau menggunakan arti “cinta Allah pada makhluq-Nya” dengan pengertian yang disandarkan pada Allah dan rosulnya atau dengan pengertian cinta yang dimaksud oleh Allah Azza Wa Jalla, bukan dengan cara ta’wil dan cara-cara lainnya.

2.      Ayat yang mengandung makna cinta Allah pada Manusia

۞وَلَقَدۡكَرَّمۡنَابَنِيٓءَادَمَ وَحَمَلۡنَٰهُمۡ فِي ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ وَرَزَقۡنَٰهُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَفَضَّلۡنَٰهُمۡ عَلَىٰ كَثِيرٖ مِّمَّنۡ خَلَقۡنَا تَفۡضِيلٗا ٧٠

Artinya:  Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan.[20]

وَإِذۡ قُلۡنَا لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ ٱسۡجُدُواْ لِأٓدَمَ فَسَجَدُوٓاْ إِلَّآ إِبۡلِيسَ أَبَىٰ وَٱسۡتَكۡبَرَ وَكَانَ مِنَ ٱلۡكَٰفِرِينَ ٣٤

Artinya:  Dan (Ingatlah) ketika kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," Maka bersujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.[21]

فَإِذَا سَوَّيۡتُهُۥ وَنَفَخۡتُ فِيهِ مِن رُّوحِي فَقَعُواْ لَهُۥ سَٰجِدِينَ ٢٩

Artinya: Maka apabila Aku Telah menyempurnakan kejadiannya, dan Telah meniupkan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud. [22]

ٱللَّهُ ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ وَأَنزَلَ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءٗ فَأَخۡرَجَ بِهِۦ مِنَ ٱلثَّمَرَٰتِ رِزۡقٗا لَّكُمۡۖ وَسَخَّرَ لَكُمُ ٱلۡفُلۡكَ لِتَجۡرِيَ فِي ٱلۡبَحۡرِ بِأَمۡرِهِۦۖ وَسَخَّرَ لَكُمُ ٱلۡأَنۡهَٰرَ ٣٢ وَسَخَّرَ لَكُمُ ٱلشَّمۡسَ وَٱلۡقَمَرَ دَآئِبَيۡنِۖ وَسَخَّرَ لَكُمُ ٱلَّيۡلَ وَٱلنَّهَارَ ٣٣

Artinya: Allah-lah yang Telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, Kemudian dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu; dan dia Telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan dia Telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. Dan dia Telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan Telah menundukkan bagimu malam dan siang.[23]

Tafsir:

Semua ayat di atas mempunyai satu kandungan yaitu “Allah memuliakan manusia tanpa memandang jenisnya” dengan cara memerintahkannya Allah pada malaikat untuk bersujud pada Nabi Adam dan menciptakan langit dan bumi dan isinya untuk manusia, ini semua merupakan bukti cinta-Nya kepada manusia.[24] Namun seandainya ada orang yang bertanya: dimanakan makna cinta pada ayat tersebut, bukankah ayat tersebut hanya menerangkan tentang kemuliaan manusia? Maka jawabannya: kata “takrim” atau bentuk memuliakannya Allah pada manusia adalah sebuah natijah atau hasil yang dimiliki oleh sesuatu. Lantas apa sesuatu tersebut? Muhal adanya sesuatu ini kalau bukan karena sesuatu yang lain yaitu cinta, yakni muhal adanya “takrim” apabila tidak adanya “al-hubb”.[25]

Tapi dalam pemahaman adanya “al-hubb” yang merupakan sebab dari “takrim” tidak bisa dipahami bahwa al-hubb berhubungan dengan zaman yakni lebih awal, dan “takrim” berhubungan dengan zaman yakni lebih akhir karena cinta Allah pada manusia dan memuliakannya Allah pada manusia mencakup pada qodha Allah. Cinta Allah pada manusia merupakan Azaliyah Qadimah sedangkan Takrim yang merupakan Natijah dari cinta Allah adalah Akhir azali qadim dan kedua-duanya merupakan qodhaullah yang Allah ketahui akan terjadi di zaman yang mendatang. Adapun runtutan dari kedunya tidak lain hanyalah runtutan Azali, yakni tetap keduanya ada pada satu waktu, yang berarti bahwa Allah mengetahui terhadap salah satu diantara sabab dan musabab pada waktu yang satu yaitu Qadim.[26]

3.      Ayat yang mengandung makna cinta manusia pada Allah

 وَإِذۡ أَخَذَ رَبُّكَ مِنۢ بَنِيٓ ءَادَمَ مِن ظُهُورِهِمۡ ذُرِّيَّتَهُمۡ وَأَشۡهَدَهُمۡ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمۡ أَلَسۡتُ بِرَبِّكُمۡۖ قَالُواْ بَلَىٰ شَهِدۡنَآۚ أَن تَقُولُواْ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ إِنَّا كُنَّا عَنۡ هَٰذَا غَٰفِلِينَ ١٧٢

Artinya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)".[27]

Tafsir:

Ayat di atas mengandung pengertian tentang cinta manusia pada Allah, namun dimana letak ayat yang menerangkan tentang cinta?, Ayat yang menerangkan cinta terletak di balik pertanyaan Allah kepada ruh yaitu Alastu bi robbikum (bukankah aku adalah tuhanmu?). Dengan gambaran bahwa seseorang akan merasakan sebuah rasa seperti rindu, rasa sedih, dan haru ketika angin menerpa jiwa, semua itu bersumber dari perintah Allah padanya.

Kemudian apa tanggapan manusia mengenai dialog Allah dengan ruh manusia di rahim itu? Bagaimana reaksi manusia ketika ruh itu menerima pertanyaan dari rob atau penciptanya? Kemudian, apa tanggapannya tentang pertanyaan Allah yang berisi pernyataan “Alastu bi robbikum?” ( bukankah aku adalah tuhan kalian?).

Sebagian orang beranggapan bahwa dialog Allah yang disampaikan pada ruh manusia itu aneh, bagaimana munkin Allah berdialog dengan ruh janin yang tidak terbagi bagi? Maka jawabannya: justru mengapa mereka menanyakan struktur tubuh berkaitan dengan dialog Allah dengan ruh itu? Bukankah justru pertanyaa itu yang aneh?, bahkan  merupakan sebuah kebodohan. Satu hal yang mesti ketahui oleh orang yang berasumsi seperti itu bahwa dialog Allah dengan ruh itu terjadi secara langsung, tanpa membutuhkan perantara telinga dan daya ingat dalam kepala. Kemudia ada yang bertanya, kenapa ruh-ruh kami tidak menceritakan hal itu?, Mengapa peristiwa itu tidak terekam dalam daya ingat manusia saat ini?, Bukankah daya ingat yang dimiliki oleh manusia adalah daya ingat ruh, pembangkit kehidupan? Barangkali ruh itu telah lupa akan pertanyaan Allah itu karena rentang waktu yang begitu lama sehingga meskipun seseorang berusaha mencari tahu hal itu, tetap saja tidak ada jawaban. Jawabannya adalah ruh amat jelas terekam pada perilaku seseorang sehari hari, Tidakkah seseorang merasa ada kerinduan dalam diri terhadap sesuatu yang tidak tanpak di mata ?, Tidakkah dia merasa rindu terhadap sesuatu yang jauh darinya?, Apakah dia tidak merasa adanya keinginan untuk tunduk pada sesuatu?, Pernahkah dia merasa lemah, butuh pertolongan, lalu dia merasakan bahwa Allah maha kuat dan tempat bergantungnya seluruh alam?, Itu semua tidak lain karena bisikan ruh kepada dia. Ruh menceritakan pada seseorang tentang kepenatannya, mengembalikan daya ingatnya, dan menceritakan padanya tentang kesedihan masa lalunya dan janji-janjinya.

Gejolak jiwa yang terjadi dalam diri manusia saat mendengarkan lagu-lagu yang dinyanyikan dengan suara yang merdu yang membangkitkan perasaan rindu, rasa gembira, dan rasa sedih, seseorang tidak tau dari mana perasaan itu datang?. Dia juga tidak tahu kemana perasaan itu pergi?. Dari manakah sumber gejolak jiwa ini?. Sumber gejolak itu adalah masa lalu ketika Allah menyatakan “Alastu bi robbikum?” kemudian setelah pernyataan tersebut ruh ini terus merindukan masa-masa itu yang hal ini menunjukkan ada naluri cinta pada diri Manusia kepada Allah, Hanya saja tidak ada bahasa atau kata-kata yang bisa mengungkapkan rasa rindu itu karena sedikitnya bahasa dan lemahnya kata-kata untuk mengungkapkan perasaan ruh. Ketika ruh ini mendengarkan suara-suara merdu, yang terjadi adalah gejolak rindu sebagai bentuk ungkapan jiwa. Ketika bahasa dengan segala macam bentuk penjelasannya tidak bisa mengungkapkan perasaan jiwa, gejolak itulah ungkapannya.

Ruh manusia, apapun bentuknya, akan cenderung kepada yang dicintai, yang diyakini paling indah tiada duanya, yaitu Allah Swt. Sebab hubungan (penyandaran) antara ruh tersebut dan Allah ada serta akan terus ada, sebuah hubungan yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata atau dibayangkan dengan imajenasi. Semua bentuk keindahan yang tersebar di muka bumi menjadi nisbi sebab semuanya muncul setelah keindahan-Nya.[28]

4.      Ayat yang mengandung makna Cinta manusia pada manusia

وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ ٱللَّهِ أَندَادٗا يُحِبُّونَهُمۡ كَحُبِّ ٱللَّهِۖ وَٱلَّذِينَ
ءَامَنُوٓاْ أَشَدُّ حُبّ
ٗا لِّلَّهِۗ وَلَوۡ يَرَى ٱلَّذِينَ ظَلَمُوٓاْ إِذۡ يَرَوۡنَ ٱلۡعَذَابَ أَنَّ ٱلۡقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعٗا وَأَنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعَذَابِ ١٦٥

Artinya: Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).[29]

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ ٱلشَّهَوَٰتِ مِنَ ٱلنِّسَآءِ وَٱلۡبَنِينَ وَٱلۡقَنَٰطِيرِ ٱلۡمُقَنطَرَةِ مِنَ ٱلذَّهَبِ وَٱلۡفِضَّةِ وَٱلۡخَيۡلِ ٱلۡمُسَوَّمَةِ وَٱلۡأَنۡعَٰمِ وَٱلۡحَرۡثِۗ ذَٰلِكَ مَتَٰعُ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَاۖ وَٱللَّهُ عِندَهُۥ حُسۡنُ ٱلۡمَ‍َٔابِ ١٤

Artinya: Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).[30]

قُلۡ إِن كَانَ ءَابَآؤُكُمۡ وَأَبۡنَآؤُكُمۡ وَإِخۡوَٰنُكُمۡ وَأَزۡوَٰجُكُمۡ وَعَشِيرَتُكُمۡ وَأَمۡوَٰلٌ ٱقۡتَرَفۡتُمُوهَا وَتِجَٰرَةٞ تَخۡشَوۡنَ كَسَادَهَا وَمَسَٰكِنُ تَرۡضَوۡنَهَآ أَحَبَّ إِلَيۡكُم مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَجِهَادٖ فِي سَبِيلِهِۦ فَتَرَبَّصُواْ حَتَّىٰ يَأۡتِيَ ٱللَّهُ بِأَمۡرِهِۦۗ وَٱللَّهُ لَا يَهۡدِي ٱلۡقَوۡمَ ٱلۡفَٰسِقِينَ ٢٤

Artinya: Katakanlah: "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan-Nya". Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.[31]

۞إِنَّ قَٰرُونَ كَانَ مِن قَوۡمِ مُوسَىٰ فَبَغَىٰ عَلَيۡهِمۡۖ وَءَاتَيۡنَٰهُ مِنَ ٱلۡكُنُوزِ مَآ إِنَّ مَفَاتِحَهُۥ لَتَنُوٓأُ بِٱلۡعُصۡبَةِ أُوْلِي ٱلۡقُوَّةِ إِذۡ قَالَ لَهُۥ قَوۡمُهُۥ لَا تَفۡرَحۡۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡفَرِحِينَ ٧٦ وَٱبۡتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلۡأٓخِرَةَۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنۡيَاۖ وَأَحۡسِن كَمَآ أَحۡسَنَ ٱللَّهُ إِلَيۡكَۖ وَلَا تَبۡغِ ٱلۡفَسَادَ فِي ٱلۡأَرۡضِۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُفۡسِدِينَ ٧٧

Artinya: Sesungguhnya Karun adalah termasuk kaum Musa, Maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan kami Telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya Berkata kepadanya: "Janganlah kamu terlalu bangga; Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri". Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.[32]

كَلَّاۖ بَل لَّا تُكۡرِمُونَ ٱلۡيَتِيمَ ١٧ وَلَا تَحَٰٓضُّونَ عَلَىٰ طَعَامِ ٱلۡمِسۡكِينِ ١٨ وَتَأۡكُلُونَ ٱلتُّرَاثَ أَكۡلٗا لَّمّٗا ١٩ وَتُحِبُّونَ ٱلۡمَالَ حُبّٗا جَمّٗا ٢٠

Artinya:  Sekali-kali tidak (demikian), Sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim, Dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin, Dan kamu memakan harta pusaka dengan cara mencampur baurkan (yang halal dan yang bathil), Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.[33]

Tafsir:

Kalimat “andadan” pada surah Al-Baqaoroh ayat 165 di atas mencakup pada semua yang dijadikan oleh manusia itu sama atau sepadan, sehingga dapat dipahami bahwa mereka mencintai sesuatu selain Allah sama cintanya dengan Allah baik dari manusia atau lainnya.

Kemudia pada surah Ali Imron: 14 Allah menjelaskan bahwa manusia dihiasi perasaan cinta pada sesuatu yang sifatnya sementara atau penggantian dan hal itu merupakan tabiat yang sudah tertanam dalam jiwanya, seperti mencintai pasangan, anak, orang tua, kerabat, sahabat dan phenomina dunia.

Namun Allah memberi peringatan pada manusia yang cintanya melebihi cintanya pada Allah, hal ini disebutkan dalam surah At-Taubah: 24 di atas. Dalam surah Al-Qasos: 76-77 Allah merangkan perihal yang terjadi pada Qorun yang bangga terhadap kekayaanya sehingga ada salah satu orang soleh berkata padanya "Janganlah kamu terlalu bangga; Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri", dapat diambil kesimpulan dalam konteks ini bahwa ayat ini memerintahkan Qarun khususnya dan manusia lainnya pada umumnya untuk tidak mencintai harta secara berlebihan.

Senada dengan surah di atas yaitu surah Al-Fajr: 17-20 bahwa Allah juga memperingatkan atau mengancam manusia karena mereka mencintai harta secara berlebihan.

Dari penjelasan di atas ada dua pengertian yaitu dalam satu sisi Allah menciptakan manusia memang mempunyai naluri cinta dalam dirinya, dan sisi yang lain Allah memperingati manusia yang mencintai manusia, harta dan lainnya agar tidak berlebihan dalam mencintainya, Pemahaman di atas seakan-akan ada kontradiksi bahwa selain Allah menciptakan manusia untuk mencintai dunia, Allah juga mengancam pada manusia yang cinta pada dunia. Sebenarnya dalam pemahaman ini tidak ada kontradiksi karena yang dimaksud adalah manusia boleh saja mencintai dunia dengan catatan cintanya pada dunia tidak melebihi cintanya pada Allah, dengan bahasa lain bahwa bagaimana Allah bisa memperingati, mengancam manusia tentang cintanya pada dunia padahal dia menciptakannya untuk mencintai maka kembali lagi pada pemahaman bahwa manusia boleh mencintai selain-Nya namun tidak boleh menjadikan cintanya menyamai derajatnya atau menjadi tandingan cintanya pada Allah. [34]

Konsep Cinta Menurut Muhammad Said Romadhon Al-Buti

A.    Konsep Cinta Allah Pada Manusia

Allah  memuliakan  manusia  tanpa  memandang  jenisya, ini  merupakan bukti  cinta-Nya  kepada  manusia namun di kemudian hari, manusia bertambah banyak, kemudian mereka mengikuti berbagai aliran Madzhab pemikiran. Dengan cepat mereka memperoleh pengetahuan dari Allah SWT tentang alam dan isinya yang menegaskan bahwa mereka  sejatinya adalah hamba-hamba Allah SWT, lalu Allah mengajak mereka untuk berkomitmen dengan ajaran para Nabi dan Rasul, dan mereka juga  dijanjikan kebahagiaan  dunia dan akhirat jika mereka  beriman terhadap apa yang disampaikan para rasul dan para Nabi Allah lalu mengikutinya.[35]

Di antara mereka ada yang merespon dengan baik lalu beriman dan berkomitmen dengan sepenuh jiwa namun diantara mereka ada juga yang berpaling, ingkar dan sombong terhadap perintah Allah, Begitulah manusia, kondisi ini akan terus berlanjut hingga Allah SWT menggantinya dengan generasi baru. Maka benar yang difirmankan oleh Allah SWT:

وَلَا يَزَالُونَ مُخۡتَلِفِينَ ١١٨ إِلَّا مَن رَّحِمَ رَبُّكَۚ وَلِذَٰلِكَ خَلَقَهُمۡۗ

 

Artinya: Dan mereka senantiasa berselisih pendapat, Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka.[36]

Lalu Apa muara cinta Allah sehingga Allah memuliakan manusia sebelum manusia itu bertambah banyak, kemudian tersebar ke berbagai aliran Madzhab dan mereka berpisah di beberapa jalan?

Maka jawabanya adalah muara cinta Allah tergantung pada cara penyikapan seseorang terhadap ajaran dan syariat Allah kepada-Nya. Bagi mereka yang taat kepada-Nya, menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya, maka cinta Allah kepada hambanya itu akan bertambah kemudian dia memberikankan kehormatan dan kemuliaan yang tinggi sebagai balasan dari komitmen yang kuat terhadap ajaran dan ketentuan yang telah ditetapkan-Nya.[37]

Semua       ini sudah dinyatakan Allah dalam Al-Qur’an, diantaranya adalah:

قُلۡنَا ٱهۡبِطُواْ مِنۡهَا جَمِيعٗاۖ فَإِمَّا يَأۡتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدٗى فَمَن تَبِعَ هُدَايَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ ٣٨ وَٱلَّذِينَ كَفَرُواْوَكَذَّبُواْ بِ‍َٔايَٰتِنَآ أُوْلَٰٓئِكَ أَصۡحَٰبُ ٱلنَّارِۖ هُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ ٣٩

 

Artinya: Kami berfirman: "Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, Maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati". Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.[38]

B.     Konsep cinta manusia pada Allah

Salah satu tanda bahwa manusia mencintai Allah adalah bertambahnya keimanan padaNya sehingga ketika iman seseorang berkurang yakni meniggalkan beberapa yang Allah perintahkan dan melanggar sesuatu yang dilarang menandakan bahwa cintanya pada Allah melemah, karena keimanan tidak akan akan lemah apabila cintanya pada Allah tidak melemah.[39] Cinta yang tumbuh kepada Allah bersamaan dengan ketaatan, zikrullah, dan merasa diawasi oleh Allah itulah yang akan membawa manusia semakin dicintai oleh Allah. Dan untuk menanam rasa cinta pada Allah ada beberapa jalan yang harus ditempuhnya yaitu:

Jalan yang pertama: Memperbanyak Muraqabatullah (merasa diawasi oleh Allah) dan berdzikir kepada-Nya. Cara terbaik untuk itu adalah dengan berfikit dan mengingat-ingat nikmat Allah yang diberikan kepada manusia. Orang beriman yang merasa dirinya diawasi oleh Allah dan memperbanyak zikir kepada-Nya akan muncul benih-benih cinta kepada dzat Pemberi anugerah dan nikmat. Mengingat bebagai kenikmatan yang diberikan Allah kepada mausia adalah cara pertama dan utama untuk menyalakan bara cinta kepada-Nya. Cara ini ditunjukkan oleh Rasulullah Saw.dengan sabdanya,

احبو الله لما يغذوكم به من نعمه

“cintailah Allah  atas  apa  yang  Dia  berikan  kepadamu  dari  berbagai nikmat-Nya” (HR Turmudzi dari Anas).[40]

Ketika kita duduk di depan meja makan dengan aneka ragam macam makanan yang semuanya dikeluarkan oleh Allah dari langit dan bumi, maka fikirkanlah apakah ada yang memberi rezeki seperti ini selain Allah dan masih banyak hal-hal lain yang harus kita fikirkan dan renungi.

Satu hal yang pasti bahwa orang yang merasa dirinya senantiasa  diawasi oleh Allah dengan mengingat dan memikirkan berbagai kenikmatan kepada dzat pemberi nikmat itu, hatinya akan dipenuhirasa cinta kepada Allah, dzat Pemberi nikmat dan dzat yang Maha baik. Rasa cinta ini akan menguat dan menguasai seluruh jiwanya sehinga dapat mengalahkan cinta yang lain.

Jalan yang kedua: Menjaga diri secara maksimal untuk menjauhi makanan haram. Haram yang dimaksud disini banyak macamnya, misalnya haram dzatnya untuk dimakan atau diminum dan haram untuk dijadikan sebagai pajangan di rumah. Makanan haram yang dikonsumsi atau barang haram yang dipajang dirumah akan menyebabkan pelakunya berperangai keras dan memiliki kepala melebihi naluri binatang buas. Orang yang mengonsumsi barang haram harus diingatkan dan harus kembali kepada Allah meski ia tidak mau diingatkan. Mereka menikmati segala kenikmatan tetapi mereka tidak pernah bertanya dari mana sumber kenikmatan itu?, mereka tidak pernah merasa bahwa orang yang tidak bersyukut atas kenikmatan itu sungguh amat tercela.[41]

Jalan yang ketiga: Duduk bersama orang-orang saleh, menjauhi tempat tempat orang fasik dan tempat-tempat kemaksiatan. Orang-orang saleh yang diharapkan dapat memberikan kebaikan kepada orang lain ada dua kelompok.  Kelompok  pertama adalah  orang-orang  awam  yang  hatinya  bersih  dari  watak pendendam  dan  sifat-sifat  tercela. Mereka  selalu  mencari kebaikan  untuk  dirinya  dimanapun  mereka  berada, merasa gelisah dengan  kejahatan  mesti  menggiurkan,  selalu  terlihat dekat  dengan  Allah,  dan  memohon  ampun  setiap  saat  atas dosa-dosa yang mereka perbuat. Kelompok kedua adalah para ulama yang mengamalkan ilmunya,  mereka  zuhud  terhadap  dunia, mengikat  diri  dengan  sifat  wara  (menjaga  diri  dari  barang haram),  memudahkan  bagi  orang  lain  dalam  hal  pelaksanaan hukum-hukum  syara,  selagi ada  dalil  yang  kuat,  baik  dari  Al-Quran, Sunnah, maupun  ijtihad  ulama  yang  tsiqah  (kuat). Mereka semua memiliki waktu khusus dengan Allah untuk menyendiri, berdzikir, dan melaksanakan ibadah-ibadah sunah dan mereka  juga memiliki waktu pada malam hari untuk merendahkan diri dan memohon ampun kepada Allah.[42]

C.    Konsep cinta manusia pada manusia

Cinta manusia pada manusia lainnya juga merupakan wujud rasa cintanya kepada Allah, Allah akan pasti mencintainya jika ia mencintai manusia lainnya, sebab manusia adalah makhluk yang mendapatan kemuliaan khusus dari Allah yang para malaikatpun diperintahkan untuk sujud (hormat) kepada Allah. Meskipun setelah itu, mereka bercerai berai dalam berbagai madzhab dan pemikiran, diantaranya ada yang sejalan dan satu keyakinan dengan muslim lainnya, tetapi diantaranya juga ada pula yang berbeda keyakinan, orang yang satu keyakinan dengan Muslim lainnya dapat melahirkan cinta atas dasar komitmen menjalankan perintah Allah.

Cinta seorang Muslim pada Muslim lainnya berjalan di atas jalan-Nya, Semakin besar cinta diantara mereka, semakin besar pula cinta Allah kepada mereka, saling menasehati, saling bersilaturahim, saling mengunjungi dan saling memberi menunjukkan adanya saling mencintai. Kalau saja tidak ada rasa cinta antar keduanya, tentu mereka tidak akan saling menyambung silaturahim, saling menasehati, saling mengunjungi, dan saling memberi. Persaudaraan antara sesama manusia sampai kapanpun selalu berlangsung dan tidak seorang pun yang mengingkarinya, baik karena satu keyakinan maupun beda keyakinan.

Mencintai karena Allah yaitu harus mencintai dengan kasih sayang, dan juga harus dengan sesuatu yang diridhoi oleh Allah maka dari  itu  sudah  semestinya  manusia  sebagai  makhluk  sosial yang  tidak  bisa  hidup  sendiri  harus  saling  tolong  menolong, bergotong royong berbuat kebaikan kepada sesama, sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Qur’an.[43]

إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ إِخۡوَةٞ فَأَصۡلِحُواْ بَيۡنَ أَخَوَيۡكُمۡۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ ١٠

Artinya: Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.[44]

Ketika seorang Muslim mencintai saudaranya maka munkin cintanya tersebut merupakan cinta yang dihasilkan dari cintanya pada Allah sebagaimana hadis:

لا يؤمنُ أَحدُكم حتَّى يحبَّ لأَخيهِ ما يحبُّ لنفسهِ[45]

Bahwa seorang Muslim tidak dikatakan beriman kepada Allah sampai ia mencintai saudaranya sama dengan cintanya pada dirinya sendiri, dari hadits ini menunjukkan bahwa seorang muslim mencintai muslim lainnya karena ia mencinta Allah. Tapi apakah cintanya manusia pada perhiasan dunia karena sebab ia mencintai Allah? Dalam Al-Qur’an dijelaskan beberapa ayat tentang cinta manusia pada perhiasan dunia dengan cara “peringatan atau ancaman”. Adapun ayat-ayatnya adalah sebagai berikut:

لَا يَغُرَّنَّكَ تَقَلُّبُ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ فِي ٱلۡبِلَٰدِ ١٩٦ مَتَٰعٞ قَلِيلٞ ثُمَّ مَأۡوَىٰهُمۡ جَهَنَّمُۖ وَبِئۡسَ ٱلۡمِهَادُ ١٩٧

Artinya: Janganlah sekali-kali kamu terperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri. Itu hanyalah kesenangan sementara, Kemudian tempat tinggal mereka ialah jahannam; dan Jahannam itu adalah tempat yang seburuk-buruknya.[46]

 قُلۡ مَتَٰعُ ٱلدُّنۡيَا قَلِيلٞ وَٱلۡأٓخِرَةُ خَيۡرٞ لِّمَنِ ٱتَّقَىٰ وَلَا تُظۡلَمُونَ فَتِيلًا ٧٧

Artinya: Katakanlah: "Kesenangan di dunia Ini Hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun.[47]

وَلَا تَمُدَّنَّ عَيۡنَيۡكَ إِلَىٰ مَا مَتَّعۡنَا بِهِۦٓ أَزۡوَٰجٗا مِّنۡهُمۡ زَهۡرَةَ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا لِنَفۡتِنَهُمۡ فِيهِۚ وَرِزۡقُ رَبِّكَ خَيۡرٞ وَأَبۡقَىٰ ١٣١

Artinya: Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang Telah kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal.[48]

وَمَآ أُوتِيتُم مِّن شَيۡءٖ فَمَتَٰعُ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَزِينَتُهَاۚ وَمَا عِندَٱللَّهِ خَيۡرٞ وَأَبۡقَىٰٓۚ أَفَلَا تَعۡقِلُونَ ٦٠

Artinya:  Dan apa saja yang diberikan kepada kamu, Maka itu adalah kenikmatan hidup duniawi dan perhiasannya; sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. Maka apakah kamu tidak memahaminya?[49]

Semua ayat di atas mengindikasikan bahwa manusia dituntut untuk meninggalkan hal-hal yang bersifat perhiasan dunia namun dalam beberapa ayat yang lain Allah Ta’ala juga menjelaskan untuk berinteraksi, berdagang dengan perhiasan-perhiasan dunia sebagaimana firmannya:

قُلۡ مَنۡ حَرَّمَ زِينَةَ ٱللَّهِ ٱلَّتِيٓ أَخۡرَجَ لِعِبَادِهِۦ وَٱلطَّيِّبَٰتِ مِنَ ٱلرِّزۡقِۚ قُلۡ هِيَ لِلَّذِينَ ءَامَنُواْ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا خَالِصَةٗ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِۗ كَذَٰلِكَ نُفَصِّلُ ٱلۡأٓيَٰتِ لِقَوۡمٖ يَعۡلَمُونَ ٣٢

Artinya: Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang Telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat." Demikianlah kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang Mengetahui.[50]

هُوَ ٱلَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي ٱلۡأَرۡضِ جَمِيعٗا ٢٩

Artinya: Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu.[51]

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تُحَرِّمُواْ طَيِّبَٰتِ مَآ أَحَلَّ ٱللَّهُ لَكُمۡ وَلَا تَعۡتَدُوٓاْۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُعۡتَدِينَ ٨٧

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang Telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.[52]

Dari penjelasan ini seakan kedua penjelasan mengenai “perhiasan dunia” ada perselisihan, satu sisi dituntut untuk meninggalkannya, sisi yang lain membolehkan untuk berurusan dengannya atau mencarinya. Salah satu cara untuk menjauhi kesalah fahaman di atas karena tidak munkin ayat-ayat Al-Qur’an mengalami kontradiksi antar ayat, maka yang dimaksud adalah manusia boleh untuk berurusan atau berinteraksi dengan perhiasan dunia dengan sebab dharuri yakni kebutuhan pada dunia itu sampai pada batasan mudharot sehingga mau tidak mau harus menggunakan atau berinteraksi dengannya kemudia karena sebab haji yakni dalam berinteraksi dengan hal-hal yang berhubungan dengan dunia hanya sekedar kebutuhan dalam kehidupan, baik dalam syara’ untuk digunakan dan yang terakhir adalah tahsini yakni sesuatu yang dinilai baik menurut adat, namun tidak dibutuhkan[53], bukan karena kebergantungannya pada dunia atau sangat mencintai dirinya terhadap dunia.[54] Namun menjadi hal yang harus diperhatikan bahwa mencintai dunia merupakan langkah pertama bagi seseorang untuk melakukan kesalahan.[55] Rasullullah juga bersabda:

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ، أَخْبَرَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ الْقَوَارِيرِيُّ، حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ هِشَامٍ، حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ بُدَيْلِ بْنِ مَيْسَرَةَ، حَدَّثَنِي جَعْفَرُ بْنُ جِرْفَاسَ أَنَّ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ قَالَ: «رَأْسُ الْخَطِيئَةِ حُبُّ الدُّنْيَا، وَالنِّسَاءُ حِبَالَةُ الشَّيْطَانِ، وَالْخَمْرُ مِفْتَاحُ كُلِّ شَرٍّ»

Artinya: permulaan kesalahan adalah cinta dunia, wanita adalah jerat setan dan khomr adalah kunci setiap kejelekan.[56]

D.    Kesimpulan

Dari kajian yang sudah penulis teliti maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1.      Pengertian cinta merurut Al-Buti tidak jauh beda dengan pengertian ulama lainnya apabila cinta tersebut disandarkan pada pengertian cinta manusia, namun Al-Buti membedakan antara pengertian cinta yang dinisbatkan pada manusia dan cinta yang dinisbatkan pada Allah. Perbedaannya terletak pada cinta Allah tidak bisa disamakan dengan cinta manusia karena apabila pengertian tersebut disamakan maka hal ini menimbulkan suatu pemahaman yang salah yaitu tidak ada bedanya Allah dengan Manusia atau antara Khaliq dan Makhluq, dan pemahaman seperti ini sangat muhal adanya, karena tidak munkin sama antara cinta Allah dan manusia seperti halnya tidak munkin sama antara sifat Allah dan Manusia.

2.      Cinta Allah pada makhluk-nya tersimpan pada kata takrim dalam Al-Qur’an yaitu tidak munkin Allah memuliakan manusia apabila tidak mencintainya.

3.      Cinta manusia pada Allah diambil dari ayat Allah yang menceritakan tentang dialog Allah dengan ruh manusia “alastu bi robbikum?”.

4.      Cinta manusia pada manusia terletak pada ketetapan Allah bahwa manusia diciptakan dalam nalurinya untuk mencintai (Wanita, anak-anak dan lain sebagainnya) Dan beberapa ayat lainnya.

5.      Konsep cinta Allah pada manusia terletak pada manusia itu sendiri yaitu apabila manusia taat pada ajaran Allah (mengikuti perintahnya dan menjauhi larangannya) maka Allah akan semakin mencintainya, dan semakin mencintainya lagi apabila manusia itu menegerjakan hal-hal yang merupakan kesunnahan. Namun sebaliknya apabila manusia ingkar dari perintahnya maka ia akan semakin jauh darinya dan semakin tipis cintanya.

6.      Konsep cinta manusia pada Allah yaitu dengan mendekatkan diri pada Allah dan mengerjakan yang memang merupakan kewajiban dan kesunnahan menjaga diri dari barang yang haram dan duduk dalam majlis ilmu bersama orang-orang sholeh dan mempunyai waktu khusus untuk bermunajat pada Allah.

7.      Konsep cinta manusia pada manusia yaitu memenuhi haq-haq seorang manusia itu sendiri, diantaranya adalah saling tolong menolong baik dalam masalah agama ataupun dunia, saling menjaga dari berbagai macam masalah dan saling silaturrahim.

E.     Saran

Berdasarkan penjelasan Dr. Muhammad said romadhon Al-Buti tentang cinta maka sepatutnya bagi kita sebagai manusia beragama untuk merealisasikan cinta di era modern ini dengan beberapa penjelasan di atas, seperti cinta karena Allah, tidak mencintai sesuatu melibihi cintanya pada Allah dll.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Ghazali. Imam Abi Hamid Muhammad. Mukhtasor Ihya’ Ulumuddin.(Jakarta: Dar Al-Kutub Al-Islamiyah.2004). 

Al-Buti. Muhammad Said Romadhon, Al-Hubbu Fil Qur’an. (Demaskus: Dar Al-Fikr.2011).

Muhammad Nasiruddin. Abu Abdurrohman, Mukhtasor Shoheh Imam Bukhori, Maktabah As-Syamilah.

At-Tontowi. Ali Bin Mustofa, Ta’rif Al-Am Bi Din Al-Islam, (Jiddah: Dar Al-Munaroh,1989).

As-Sulthan. Naji Bin Dail, Dalil Ad Da’iyah, (Dar Toyyibah Al-Khudro’).

Rumi. Jalaluddin, Fihi Ma Fihi Mengarungi Samudera Kebijaksanaan. Terj. Abdul Latif (Yogyakarta: Forum, 2016).

Abdullah Bin Yusuf, Al-‘Aqidah As-Salafiyah Fi Kalami Robbi Al-Bariyah Wa Kasyfu Abathil Al-Mubtadi’an Ar-Roddiyah, Juz 1, (Maktabah As-Syamilah).

Nazir. Mohammad, Metode Penelitian, (Ciawi: Penerbit Ghalia Indonesia, 2005).

Basith. Abdul, Konsep Istinbath Hukum Kontemporer Menurut Said Ramadlan Al Buthi.(IAIN Purwekorto. 2019.

Latif. Muhammad, Konsep Cinta “Al Hubb” Menurut M. Quraish Shihab Dan M. Said Ramadhan Al Buthi. (Skripsi IAIN Salatiga, 2019).

Irsyad. Muhammad, Jihad dalam Al-Qur’an (Studi atas Penafsiran Muhammad Sa’id Ramadan al-buti tentang Jihad), Tesis Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, 2016.

Arfan. Abbas, Maslahah Dan Batasan-Batasannya Menurut AlButi, (Jurnal Syariah dan Hukum. Volume 5 Nomor 1 Juni 2013).

Tim penyusun kamus pusat pembinaan dan pengembangan bahasa, kamus besar bahasa Indonesia,(Jakarta: balai pustaka,1986).

 

Damis. Rahmi, Al-mahabbah dalam al-qura’an, (Ringkasan disertasi, Program Pascasarjana UIN Alauddin Makassar: 2010).

Najmuddin Dkk, Mukhtasor Minhaj Al-Qosidin, (Demaskus, Maktabah Dar Al-Bayan).

Al-Jauziyah. Ibnu  Qayyim, Taman Jatuh Cinta dan Rekreasi Orang-Orang Dimabuk Rindu, penerjemah: Bahrun Abu Bakar Ihzan Zubaidi,  (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2000).

Muhammad Bin Hambal. Abu Abdillah Ahmad, Zuhd, (Bairut, Dki:1999).

Al-Ansori Imam Zakariya, Ghayah Al-Wushul Sarh Lubb Al-Ushul, (Surabaya: Al-Hida)          


[1] Naji Bin Dail As-Sulthan, Dalil Ad Da’iyah, (Dar Toyyibah Al-Khudro’), 62.

[2] Al-Qur’an: 48 (Al-Fath), 29.

[3] Jalaluddin Rumi, Fihi Ma Fihi Mengarungi Samudera Kebijaksanaan Terj. Abdul Latif (Yogyakarta: Forum, 2016). 127-128

[4] Al-Qur’an: 3(Ali Imron), 31.

[5] Ali Bin Mustofa At-Tontowi, Ta’rif Al-Am Bi Din Al-Islam, (Jiddah: Dar Al-Munaroh,1989), 71.

[6] Al-Qur’an, 2 (Al-Baqoroh): 165.

[7] Al-Qur’an, 5 (Al-Maidah): 54.

[8] Imam Abi Hamid Muhammad Al-Ghazali. Mukhtasor Ihya’ Ulumuddin.(Jakarta: Dar Al-Kutub Al-Islamiyah.2004). 211

[9] Muhammad Said Romadhon Al-Buti, Al-Hubbu Fil Qur’an. (Demaskus: Dar Al-Fikr.2011). 15.

[10] Al-Qur’an,17(Al-Isro’): 70-71.

[11] Al-Qur’an,2 (Al-Baqoroh): 34.

[12] Al-Qur’an,15(Al-Hijr): 29.

[13] Tim penyusun kamus pusat pembinaan dan pengembangan bahasa, kamus besar bahasa Indonesia,(Jakarta: balai pustaka,1986), 168.

[14] Rahmi damis, Al-mahabbah dalam al-qura’an, (Ringkasan disertasi, Program Pascasarjana UIN Alauddin Makassar: 2010), 12-13.

[15] Muhammad Said Romadhon Al-Buti, Al-Hubbu Fil Qur’an…18-19.

[16] Ibid.

[17] Ibid.

[18] Ibid.

[19] Abdullah Bin Yusuf, Al-‘Aqidah As-Salafiyah Fi Kalami Robbi Al-Bariyah Wa Kasyfu Abathil Al-Mubtadi’an Ar-Roddiyah, Juz 1, (Maktabah As-Syamilah), 75.

[20] Al-Qur’an, 17(Al-Isro’): 70-71.

[21] Al-Qur’an, 2(Al-Baqoroh): 34.

[22] Al-Qur’an,15(Al-Hijr): 29.

[23] Al-Qur’an,14(Ibrohim): 32-33.

[24] Muhammad Said Romadhon Al-Buti, Al-Hubbu Fil Qur’an…,17.

[25] ibid,20.

[26] Ibid, 20.

[27] Al-qur’an, 7(al-a’rof): 172

[28] Muhammad Said Romadhon Al-Buti, Al-Hubbu Fil Qur’an…,34-36.

[29] Al-Qur’an, 2 (Al-Baqoroh):165

[30] Al-Qur’an, 3 (Ali Imron):14

[31] Al-Qur’an, 9 (At-Taubah):24

[32] Al-Qur’an, 28(Al-Qasos):76-77.

[33] Al-Qur’an, 89 (Al-Fajr):17-20.

[34] Muhammad Said Romadhon Al-Buti, Al-Hubbu Fil Qur’an…70-71

[35] ibid, 22.

[36] Al-Qur’an, 11 (Hudd): 118-119.

[37] Muhammad Said Romadhon Al-Buti, Al-Hubbu Fil Qur’an,…23.

[38] Al-Qur’an, 2 (Al-Baqoroh): 38-39.

[39] Najmuddin Dkk, Mukhtasor Minhaj Al-Qosidin, (Demaskus: Maktabah Dar Al-Bayan), 310

[40] Muhammad Said Romadhon Al-Buti, Al-Hubbu Fil Qur’an,…49-50

[41] Muhammad Said Romadhon Al-Buti, Al-Hubbu Fil Qur’an,…51.

[42] Ibid, 52

[43] Muhammad Said Romadhon Al-Buti, Al-Hubbu Fil Qur’an,…77-78

[44] Al-Qur’an, 49 (Al-Hujurot):10.

[45] Abu Abdurrohman Muhammad Nasiruddin, Mukhtasor Shoheh Imam Bukhori, Maktabah As-Syamilah. 22.

[46] Al-Qur’an, 03(Ali imron):196-197.

[47] Al-Qur’an, 04 (An-nisa’):77.

[48] Al-Qur’an, 20 (Tahaa):131.

[49] Al-Qur’an, 28 (Al-Qashos):60.

[50] Al-Qur’an, 7 (al-a’rof):32 .

[51] Al-Qur’an, 2 (Al-Baqaroh):29.

[52] Al-Qur’an, 5 (Al-Maidah):87.

[53] Imam Zakariya Al- Ansori, Ghayah Al-Wushul Sarh Lubb Al-Ushul,(Surabaya: Al-Hidayah),123-124.

[54] Muhammad Said Romadhon Al-Buti, Al-Hubbu Fil Qur’an,…87-91.

[55] Najmuddin Dkk, Mukhtasor Minhaj Al-Qosidin…316.

[56] Abu Abdillah Ahmad Bin Muhammad Bin Hambal, Zuhd, (Bairut: Dki,1999), 77.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Hosting