الأمور بمقا صدها
Semua Perbuatan Tergantung Niatnya
إِنَّمَا
اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ
كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ
وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ
يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيِهِ
“Sesungguhnya segala amalan itu tidak lain tergantung pada
niat; dan sesungguhnya tiap-tiap orang tidak lain (akan memperoleh balasan
dari) apa yang diniatkannya. Barangsiapa hijrahnya menuju (keridhaan) Allah dan
rasul-Nya, maka hijrahnya itu ke arah (keridhaan) Allah dan rasul-Nya.
Barangsiapa hijrahnya karena (harta atau kemegahan) dunia yang dia harapkan,
atau karena seorang wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya itu ke arah
yang ditujunya.”
Semua pekerjaan manusia akan bernilai ibadah dengan syarat adanya
niat karena apabila niat tidak disyaratkan dalam sebuah ibadah maka ibadah
tersebut tidak ada bedanya dengan kebiasaan manusia (adat) seperti mandi besar
dan mandi biasa, jika tidak disyaratkan
niat maka mandi besar dan mandi biasa sama saja. Ulama mengatakan bahwa niat
ada mempunyai beberapa jalan:
1.
Syarat:
Adapun syarat niat adalah tamyisnya orang yang berniat, islam, dan mengetahui
pada niatnya, begitu juga menghilangkan sesuatu yang bisa menghilangkan ibadah.
Seperti murtad dipertengahan sholat atau di awal takbirotul ihrom namun
dalam masalah memutus niat (bukan memutus dengan murtad) dalam wudhu, puasa dan
I’tikaf tidak membatalkan pekerjaan tersebut, begitu juga orang yang ragu
didalam memutus sholat maka sholatnya batal dikecualikan dalam puasa dan wudhu’.
·
Niatnya
orang yang bersumpah
Adapun niat dalam masalah sumpah
maka niat akan menjadi penghusus dari lafadz yang umum, dan niat tidak tidak
bisa mengumumkan lafadz yang khos (tentu). Contoh yang pertama yaitu seperti
orang yang mengatakatan “demi Allah saya tidak akan berbicara dengan siapapun”
namun dalam hatinya dimaksudkan pada “zaid” contoh yang kedua “ demi allah saya
tidak akan minum air karena haus” maka orang tersebut tidak dihitung melanggar
sumpah dengan meminum air karena selain haus. Karena kalimat sumpah yang
diucapkan menunjukkan kekhususan.
·
Niat
menentukan sebuah ibadah yang mempunyai kesamaan
Disyaratkan menentukan ibadah yang
sama (diantara beberapa ibadah) seperti sholat ketika kakbirotul ihrom
maka orang yang sholat wajib menentukan sholatnya dalam beberapa hal seperti
menentukan sholat dhuhur atau subuh, farduh atau sunnah, qabliyah atau
bai’diyah. Begitu juga ibadah yang membutuhkan niat fardhu maka menentukan
ibadah tersebut juga wajib.dikecualikan dalam permasalahan tayammum (tidak
wajib merniat farduh).
·
Penyebutan
ibadah secara terperinci
Kewajiban menentukan ibadah tidak
bersifat terperinci sehingga apabila ada orang yang sholat dengan menentukan
sholat tersebut secara detail dan salah maka sholatnya batal. Seperti sholatnya
makmum pada imam yang dikira Zaid dan ternyata salah maka sholatnya batal.
Dikecualikan dalam permasalahan mandi besar yang diragukan (apakah ia hadas
besar atau kecil) kemudian ia mandi besar disertakan dengan membasuh empat
anggota wudhu’ maka niat mandi besarnya tersebut tidak membatalkan.
·
Melafadzkan
ada’ dan qadha’ dalam sholat
Diwajibkan menyebut dalam sholat
terhadap farduh namun menyebutkan ada’ dan qadha’ tidak wajib atas pendapat
yang ashoh beda halnya dengan pendapat imam haromain yang berpendapat wajib
menyebutkan ada’ dan qadha’. Tidak wajib menyebutkan niat farduh dalam puasa
karena puasa tidak akan terjadi dari orang yang baligh kecuali farduh beda halnya
dengan sholat. Begitupun dalam masalah wudhu’.
·
Mewakilkan
niat
Secara mutlaq tidak boleh mewakilkan
niat menurut ibnu qash. Namun ada yang berpendapat bahwa mewakilkan niat itu
boleh apabila niat dipersatukan dengan ibadah. Seperti pembagian zakat, penyembelihan
kurban, puasa atas mayyit dan haji.
Niat harus didasarkan dengan
keikhlasan, murni hanya karena Allah. Namun ada pengecualian dalam berniat pada
dua hal (tasyrik) yaitu niatnya orang
yang sholat tahiyyat al-masjid dan niat farduh atau kesunnahan-kesunnahan yang
lain.
·
Ibadah
yang tidak harus menggunakan niat
Ada niat yang tidak disyaratkan dalam sebuah
ibadah yaitu ibadah yang tidak serupa atau sama dengan kebiasaan manusia,
seperti Iman, takut, berharap, niat (tidak diwajibkannya niat dalam niat agar
tidak terjadi tasalsul), begitu pula dalam hal-hal yang berhubungan
dengan meninggalkan sesuatu yang tidak membutuhkan niat seperti meninggalkan
zina, meminum khamr dan meninggalkan sesuatu yang dihukumi makruh.
2.
Cara
berniat: semua ibadah mempunyai masing-masing
cara berniat. Seperti niat dalam sholat, wudhu, haji, puasa dan zakat.
3.
Waktu
niat: niat dilaksanakan bersamaan dengan
awal ibadah, seperti dalam wudhu’ maka niatnya adalah ketika membasuh
muka, dalam sholat maka niatnya adalah ketika Takbirotul Ihrom pada
pengucapan hamzah (الله اكبر) sampai pada akhir kalimat tersebut, namun pendapat yang
terpilih seperti yang dikatakan oleh imam Al-Ghazali adalah seseorang yang
berniat dalam sebuah ibadah cukup melangsungkan niat secara ‘uruf yakni melangsungkan niat di awal atau di akhir
sekiranya orang tersebut sudah bisa dikatakan istihdar atau hadir dalam
sholat menurut kalangan ‘awam.
4.
Tujuan
niat: membedakan kebiasaan dengan ibadah. Seperti membasuh muka dan berwudhu’,
apabila dalam hatinya didasarkan niat menghilangkan hadas dan sejenisnya maka
pekerjaan tersebut terhitung ibadah tapi apabila dalam hatinya tidak didasarkan
niat (hanya membasuh saja) maka tidak terhitung ibadah.
5.
Tempat
niat: tempatnya niat adalah dalam hati sehingga seseorang yang hanya
melafadzkan atau mengucapkan niat tanpa menanamkan dalam hati maka niatnya
sia-sia, namun melafadzkan niat dianjurkan tanpa menghilangkan niat dalam hati.
Seseorang yang berniat dalam hatinya sholat dhuhur dan dalam pengucapannya
sholat ashar maka sholat yang dihitung adalah sholat dhuhur karena prioritas
yang diambil ketika niat hati dan ucapan berbeda maka yang diambil adalah hati.
Refrensi: Syarhu Faroid
Al-Bahiyyah Fi Nadmi Qawaid Al-Fiqhiyah Li Syaikh Abi Bakr Bin Abi Al-Qasim
Al-Ahdal Al-Yamani As-Syafi’i
0 komentar:
Posting Komentar